Dan ini saya bangun dalam bau bau yang begitu asing di sebuah pagi. Kapan terakhir saya yakin ini adalah hal benar yang saya lakukan? Saya lupa. Itu sudah terlalu lama sekali. Kapan terakhir saya begitu percaya diri dan tidak takut akan omong kosong? Tidak pernah sepercaya saat ini.
Ada hal hal yang bisa dipilih untuk dihadapi. Ada hal hal absurd yang tidak terhindarkan. Ada pilihan yang hanya muncul sebatas formalitas. Ada hidup yang sudah digariskan. Lalu kebebasan itu semacam durian mungkin. Ada yang suka ada yang tidak. Baunya enak buat yang suka. Bagi yang tidak: hoek, bikin muntah.
Saya masih memandang setiap jengkal visual yang tertangkap dan terproyeksi di bola mata saya. Mereka menyusun pecahan gambar, fragmen kecil kecil itu lalu berkumpul menjadi entah ilusi entah kenyataan. Bagaimana kalau semua ini hampa saja dan hidup bukan buat suatu apa. Hanya sebuah kebetulan indah yang tidak atau mungkin belum mampu dijelaskan oleh siapa pun. Masih jawaban yang butuh iman seluas samudra. Kalau tidak maka itu mitos belaka sayang.
Apa yang kita cari mungkin sudah ada sedari tadi. Ketika mandi pagi dan menyabuni diri. Kenapa harus mandi jika nanti kotor lagi? Pledoi orang malas tapi bukan berarti terjawab tuntas. Bersyukur bila kurang dihayatai dan dilakui akan kemudian membawa pada galau yang datar. Sangat datar akan arti nafas itu paru paru. Tapi bersyukur kadang klise dan sungguh egois. Gila hormat yang membuat muak di titik tertentu. Bagaimana supaya bisa jadi Sai Baba atau bunda Teresa? Kenapa semua orang tidak bisa seperti itu saja. Tidak melulu pencarian pengakuan lewat lembaran uamg atau konstruksi estetika tanpa kompromi.
Suatu pagi itu rutinitas yang mengerikan. Sekali lagi kita adalah titik kecil dari kelerng kelereng berjejer di hampa udara yang berputar bahagia. Hanya bagian dari skenario ledakan bintang bintang angkasa yang mungkin sedang mabuk berjalan sempoyongan yang kemudian bisa saja tiba-tiba duduk menyenggol keseimbangan grafitas lalu BIG BANG. Aw. Dari kecil diajar untuk berdoa untuk pagi yang baru karena artinya masih disayang. Boleh lihat itu benda kuning bulat datang lagi. Ya ya ya. Hidup mengandalkan belas kasihan kadang terlihat begitu menyedihkan.
Entah saya menulis apa tapi saya pikir saya menemukan lagi itu keyakinan akan apa yang sedang saya jalani. Sekali lagi setelah hilang sekian lama. Saya percaya reinkarnasi. Saya percaya tri tunggal maha kudus. Saya percaya cinta. Saya percaya big bang. Saya percaya karma. Dan terakhir. Saya percaya dia. Ya. Kita hanya butuh percaya akan sesuatu. Lalu hidup. Itu saja cukup. Selamat pagi.
Jumat, 14 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tiga Puluh Tujuh
Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...
-
Nulis blog dengan judul ini agak kontradiktif ya. Kan yang udah kejadian di Bali harusnya tetap tinggal di Bali. Kalo ditulis, jadinya ga ...
-
http://www.youtube.com/watch?v=9-q58A5zZos There's a lot of things I understand And there's a lot of things that I don't wa...
-
Perasaan kemarin masih 14 bulan lagi menuju tanggal pernikahan. Lalu tiba-tiba sudah tujuh bulan berlalu. Minggu lalu pulang ke Jakarta u...
1 komentar:
git..gw suka banget sama postingan ini :)
rangkaian kata2nya cerdas..lo jadi terlihat lebih cerdas *yes,you are!
iya git..gw juga tahu akan banyak hal di dunia ini. Tentang teori big bang, teori tri tunggal, teori cinta, karma, atau reinkarnasi. Tapi soal "percaya", menurut gw itu pilihan. Dari sekian banyak wawasan yang lo tau, lo pilih percaya yang mana?
kalo alkitab bilang, "kamu tidak bisa percaya Tuhan dan hal2 duniawi sekaligus."
Jadi kita ga bisa suam-suam kuku sama satu hal. Maka bijak2 lah memilih apa yang seharusnya kamu percayai, karna itu yang akan menuntunmu sepanjang kehidupan. Hiyaaa...hahahha..
Posting Komentar