Ketika suatu pagi papa marah-marah karena saya pacaran sama fikri, maka saya pun menyadari bahwa saya dan orang tua saya berada di dua jalur pemikiran yang jauh berbeda mengenai pemaknaan hidup.
Haruskah itu menjadi masalah?
Harusnya tidak.
Ketika saya bilang fikri bisa mengerti saya, papa balas berargumen bagaimana mungkin bisa saling mengerti bila cuma bertemu tiga kali sudah bisa mengerti saya? Papa bilang itu dampak hubungan virtual. Hmmm, paling tidak saya tidak ditipu orang yang minta-minta duit lewat facebook seperti papa kan pa?
Ketika papa bilang romantisme dalam rambut gondrong merokok dan alkohol tidak bisa menjamin kebahagiaan saya seperti yang dialami saudara mama yang punya suami seniman gondrong, saya juga punya banyak contoh di mana suami yang klimis, rapih, pangkat bagus, masih bisa selingkuh dan meninggalkan anak istrinya. Itu bukan ukuran pa.
Ketika papa bilang dia tidak sesuai sama sekali dengan bibit bebet bobot keluarga ini, ya memang tidak. Tapi apakah kebahagiaan dan jalan hidup yang paling benar cuma ada di keluarga ini? Tiba-tiba ini seperti jaman siti nurbaya. Bahkan dulu Yesus berkawan dengan pemungut cukai dan pelacur.
Jelas dia bukan Katolik pa, tapi pemikirannya jauh lebih "Katolik" dibandingkan papa.
Apakah ini soal materi pa?
Apakah ini soal malu punya menantu yang tidak sesuai dengan pandangan baik masyarakat umum?
Apakah ini soal gagal mendidik saya sehingga memilih pacara macam itu?
Apakah ini soal takut saya tidak bisa bahagia dengan pilihan saya?
Saya sudah belajar bahwa menjustifikasi orang lewat penampilan adalah hal yang tidak sehat, seperti yang papa sering lakukan. Saya juga belajar bahwa akademik baik, penampilan rapih tidak menjamin kualitas hidup seseorang.
Tahukah pa mengapa saya nyaman berama fikri? Karena kami sama-sama beda dibanding kawan-kawan kami, dan kami menemukan kenyamanan dalam perbedaan itu, dan kami menemukan seni dari hidup ini. Tidak sekedar material. Dengan fikri saya berani bermimpi. Dengan fikri saya punya semangat lagi. Ada sesuatu di situ pa. Ada sesuatu.
Secara finansial saya sudah bisa mandiri. Secara akademik saya terbukti tidak mengecewakan. Tolong beri saya kesempatan untuk paling tidak kali ini memilih jalur hidup yang saya amin-i?
Ya ya ya saya memang takut sama papa, makanya cuma bisa menulis ini di blog yang mungkin papa juga tidak pernah baca. Kalau memang papa percaya tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, mengapa papa tidak bisa mengimani kalau ini semua terjadi bukan karena suatu alasan?
Tiap malam papa dan mama pasti berdoa dengan sepenuh hati supaya saya putus dengan fikri dan semoga saya menemukan orang yang lebih layak untuk dijadikan suami. Dan akhirnya mungkin saya akan lelah, lalu hubungan ini berakhir, lalu papa bisa menjodohkan saya dengan anak teman papa itu.
Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depan pa. Tapi saya sadar betul sekarang. Kita berada di dua jalur pemikiran yang berbeda. Harusnya itu tidak menjadi masalah kan?
Kamis, 22 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tiga Puluh Tujuh
Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...
-
Nulis blog dengan judul ini agak kontradiktif ya. Kan yang udah kejadian di Bali harusnya tetap tinggal di Bali. Kalo ditulis, jadinya ga ...
-
http://www.youtube.com/watch?v=9-q58A5zZos There's a lot of things I understand And there's a lot of things that I don't wa...
-
Perasaan kemarin masih 14 bulan lagi menuju tanggal pernikahan. Lalu tiba-tiba sudah tujuh bulan berlalu. Minggu lalu pulang ke Jakarta u...
6 komentar:
harusnya tidak !!!
semangat dan sabar git..!!!
git...
hidup itu keputusan..
jalanin dengan semangat..
Manusia diberikan free will (keinginan bebas)*dari Tuhan* untuk memilih makanan, pekerjaan, pasangan hidup dan lain-lain. Harusnya kita bebas memilih satu dari sekian banyak pilihan-pilihan yang tersedia tersebut. Namun realitanya terkadang pilihan yang tersedia bagi kita hanya sedikit atau bahkan hanya satu. Dan pilihan itu harus kita ambil walau sebenarnya sangat tidak kita sukai.Barangkali situasi seperti ini yang sedang kmu hadapi. Saran saya cobalah untuk berkomunikasi lbh intens dgn ortu dan menjelaskan dengan pelan-pelan sampai mereka mengerti :).Requirementsnya : kesabaran, doa (nyanyi:P) & be yourself.
Marah bukan berarti benci, Melarang bukan berarti menolak, semua karena rasa takut yg berlebihan, yg timbul karena rasa sayang yg berlebihan pula.
Jika tulisan ini dibaca orang tuamu, mungkin tidak akan langsung menyetujui, setidaknya beliau akan mulai berpikir.
Para Orang tua memang sulit menerima anaknya tumbuh menjadi dewasa, yang terpenting adalah komunikasi...!!!
Cuma itu saranku git, mudah2an berguna...!!!
:)
semangat gita..
cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu..
Posting Komentar