Lagi lagi, ini adalah tulisan tentang perjalanan yang sudah terjadi tahun lalu, November 2013. Tapi kita kembali ke prinsip "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali." Hehehe.
Berawal dari tiket murah Jakarta - Makassar yang dibeli di awal tahun 2013, saya, Inu dan Zulfi berkesempatan untuk menjelajah Makassar selama lima hari. Dua dari lima hari itu dialokasikan untuk Tanjung Bira! Nih yang belum tahu di mana Tanjung Bira. Tepat di ujung kaki tegaknya Sulawesi. Tanjung Bira juga adalah pelabuhan yang menghubungkan Taman Laut Takabonerate dengan pulau Sulawesi. Takabonerate sendiri terkenal sebagai salah satu tujuan diving di Indonesia :)
Karena satu dan lain hal, Inu harus menyusul berangkat ke Makassar, sehingga hanya saya dan Zulfi saja yang jalan ke Tanjung Bira. Sekali-kalinya travelling berdua doang sama cowok, tapi why oh why itu Zulfi... Hahaha.
Banyak cara menuju Tanjung Bira, bisa dengan menggunakan kendaraan umum atau travel dari Terminal Walengkeri atau sewa mobil. Hehehe. Berhubung kita sampai di Makassar dini hari, sekitar jam 1 pagi, diputuskan untuk minta jemput di bandara dan langsung cabcus ke Tanjung Bira. Kami berangkat jam dua pagi dan sampai ke penginapan jam 6 pagi. Ini agak kepagian, karena kita juga belum bisa check-in karena belum ada kamar kosong. Hahaha.
Oh iya. Setelah pulang dari Makassar, saya baru tahu kalau sebenarnya tidak direkomendasikan untuk jalan malam ke Tanjung Bira, karena daerah ini rawan perampokan (!!!). Untunglah kita ga kenapa-kenapa.
Tempat kita menginap namanya
Salassa guesthouse. ratenya kalo ga salah 120k / kamar udah pake sarapan. Kamar mandi luar, ada kipas angin, tempat tidur springbed.
Enak dan nyaman kok. Yang paling mencolok dari guest house ini adalah tulisan di bawah ini :
Tuh Git, cinta butuh waktu Gitaaaaa.. Hahaha. Tapi emang bener, makanannya keluarnya lama aja.
Setelah menaruh barang di penginapan, saya dan Zulfi berjalan ke pantainya, itu sekitar 300 m dari penginapan, melihat-lihat kondisi. Di pinggir pantai ada beberapa orang yang menawarkan penyewaan kapal untuk snorkeling. Setelah ngobrol dengan beberapa orang, akhirnya saya dan Zulfi memutuskan untuk menyewa kapal ke Pak Bilki, kapal motor 350k sampe sore + sewa peralatan snorkeling 25k per item. total plus tips kalo ga salah kita akhinya ngasih 450k. Setelah deal, kami janjian untuk bertemu lagi jam 8an.
|
Tanjung Bira di pagi hari |
Untuk sewa menyewa kapal ini, kalau beruntung bisa aja ramean sama orang lain. Di sini tamunya itu banyak bulenya, jadi kadang-kadang pemilik penginapan bantu mengatur penyewaan kapal buat snorkeling. Oiya di sini juga bisa diving. Saya san Zulfi sama-sama punya diving license, tapi demi efektifitas waktu, kita memilih snorkeling dan santai-santai saja.
Kami balik lagi ke penginapan, beristirahat sejenak minum teh dan sarapan roti yang dibeli pas di jalan. Oiya saya tidak lupa membayar uang sewa mobil dan janjian dengan supirnya untuk menjemput kami di tempat yang sama besok jam 11. Lalu mereka pamit, bilangnya mau cari makan dan tempat menginap. Sekitar jam 8an, kami jalan ke pantai, siap-siap snorkeling.
Snorkeling
Kapalnya pak Bilki cukup OK. Nyamanlah apalagi cuma berdua. Perjalanan ke spot snorkelingnya lumayan lama, sekitar 45 menit-an. Setelah itu Pak Bilki memilih-milih spot dulu, katanya kalau beruntung bisa ketemu hiu :3 :3
Setelah menunggu Pak Bilki bolak balik masuk air buat ngecek arus dan ikan-ikannya, akhirnya kita nyemplung juga. BAGUS BANGET! Airnya bening. Ada banyak ikan berenang di mana-mana, dan ga ada siapa-siapa di situ selain saya dan Zulfi. Surga!
|
Bira! |
|
Sebening ini airnyaaa! |
Kayaknya kita snorkeling cukup lama, sekitar hampir satu jam. Setelah itu kita pindah spot lagi, tapi yang kedua ga lama. Nah yang kedua ini kita sempet ketemu sama seekor ikan agak besar yang kita curigai sebagai anak hiu, berenang menjauhi terumbu karang menuju laut dalam.
Kayaknya karena kita berdua kurang tidur, jadinya kita berdua kecapekan padahal baru dua kali berenang-renang. Jam 11an kita merapat ke Pulau Liukang.
Pulau Liukang
Pulau Liukang memiliki pasir putih dengan laut yang tenang. Di pulau ini ada sebuah restoran. Kita istirahat dan makan siang di sini. Damaaaai banget.
|
Pulau Liukang |
|
Makan siang di pinggir pantai :) |
|
Tidur siang di bawah pohon dengan pemandangan langit biru |
Ada sebuah kejadian absurd siang itu. Begini kira kira kejadiannya. Waktu kita lagi tidur-tiduran santai tiba-tiba Pak Bilki mendatangi kita dengan muka panik.
PB : "Kalian tinggal di sini dulu ya. Ada diver yang hanyut. Saya mau bantu cari."
G : "Kenapa Pak? Hanyut?"
PB : "Iya hanyut, harusnya uda naik tapi ga ada, saya mau bantu cari."
Z : "Serem banget, kok bisa hanyut gitu pak?"
PB : "Iya, sering di sini hanyut begitu."
G dan Z : *hening. liat-liatan. untung ga jadi diving.*
Buset, itu serem banget, ga kebayang hanyut pas diving. Nah, 45 menit kemudian Pak Bilki balik lagi. Melaporkan kalau sudah ketemu, ternyata si kapal nyari di tempat yang salah. Zzzzz...
Oh iya, di sini kita juga sempet ngobrol sama bule Prancis. Dia sedang solo travelling ke sini dan sudah stay di Bira selama lebih dari 1 minggu. Dia bekerja di Vietnam dan sedang menghabiskan liburannya berkeliling Sulawesi! Sebelum di Bira, dia sudah menghabiskan dua minggu di Toraja.
"Your country is very beautiful." kata doi. Iya dong, jelas :D
Pantai Bara
Destinasi selanjutnya adalah Pantai Bara. Kita maksa banget ke pantai ini karena menurut salah satu kawan, ini spot yang wajib didatangi. Kalau ga salah harga kapal kita jadi agak mahal karena kita mau ke Pantai Bara ini. Soalnya memang jadi agak muter apa gimana gitu. Kalau mau snorkeling aja harga kapal bisa lebih murah dan spot snorkelingnya lebih banyak.
Dan memang ternyata pantai ini adalah SURGA. Pasirnya halus banget. Saya main air sampe bisa ketiduran saking pasirnya itu lembut banget.
|
That kalender view.. |
|
Tiduran di pasir? Bisa banget.. |
|
Biruuuu |
|
power nap :p |
Setelah puas bermalas-malasan di pantai Bira, akhirnya kami memutuskan pulang. Punggung mulai terasa perih karena terbakar. Perasaan sudah seharian ke sana ke mari, jam masih menunjukan pukul dua siang. Mungkin benar waktu sesaat berhenti di Tanjung Bira :)
Sunset di Pantai Bira
Salah satu hal yang paling berkesan di Tanjung Bira adalah menikmati matahari tenggelam. Pantai Bira tepat menghadap ke Barat. Kios-kios menyediakan meja dan kita bisa duduk duduk menikmati matahari tenggelam sambil minum sebotol bir :)
|
The peaceful sunset :) |
|
Slowly disappear |
Sambil menunggu hari benar-benar gelap, kita duduk santai minum bir dan berbagi meja dengan pasangan lansia dari Jerman. Mereka sudah berumur 60tahun lebih. Menghabiskan masa tua dengan mengelilingi seluruh dunia. Sang istri bercerita bahwa mereka sudah mengunjungi Yunani, Maroko, Afrika. Wowowow. I do wish I will have that kind of life. Spending the rest of my life travelling with my husband around the world.
Untuk makan malam, diputuskan untuk makan di salah satu warung makan yang paling ramai, namanya Warung Bambu. Pak Bilki mentraktir kami sebotol bir hehehe, mungkin karena kita ngasih tips yang agak banyak. Dan kami berjumpa lagi dengan si bule Prancis. Kita ngobrol cukup lama malam itu, kebetulan juga karena itu adalah malam terakhir si bule Prancis ini di Bira. Permasalah hidup usia 20an, apa pun suku bangsanya, ternyata sama aja ya. Arti hidup, pencarian akan Tuhan, cinta, hahaha.
Pukul sembilan kita bubar. Saya sendiri rasanya ngantuk banget. Walau tidak pakai AC, malam itu tidurnya nyenyak. Mungkin karena kita berdua kecapekan juga.
Tempat pembuatan Kapal Pinisi
Besok paginya, kita bangun sekitar pukul 6. Ada dua agenda penting hari ini yaitu mengunjungi tempat pembuatan kapal dan pulang ke Makassar.
Sambil sarapan, kami mencari tahu dulu bagaimana cara menuju ke tempat pembuatan kapal pinisinya. Ada dua tempat, tapi yang satu agak jauh karena letaknya di bukit yang berbeda. Akhirnya diputuskan kita mengunjungi yang paling dekat dengan pelabuhan saja, bisa dijangkau dengan menggunakan angkot.
|
Jalan menuju TKP |
Tempat pembuatan kapal ini sesungguh-sungguhnya adalah pantai yang dijadikan tempat untuk para perajin kapal untuk membentuk dan merakit kapal pinisi. Tidak ada mesin mesin canggih, hanya peralatan perkapalan sederhana. Sungguh takjub melihat bagaimana sebuah perahu pinisi yang besar itu dibangun dengan kekuatan manusia.
|
Kayu kayu penyusun |
|
Kebayang kan segede apa :) |
|
On Progress |
Setelah puas melihat-lihat kapal, saya dan Zulfi memutuskan untuk menyusuri pantai guna kembali ke penginapan dariapa naik angkot lagi. Keputusan yang bagus dari segi petualangan karena pemandangannya bagus dan ini rasanya kayak di negeri antah berantah. Tapi ternyata jalannya jauh banget, butuh 1 jam lebih untuk bisa sampai ke pelabuhan, dan menunggu angkot di sana lamanyoooo..
Pantai yang kami susuri itu namanya Pantai Padraluhu. Bagus banget. Ada beberapa penginapan didirikan di pinggir pantai ini, tapi terlihat sepi tanpa pengunjung.
|
Pantai Padraluhu |
Satu hal yang mencolok adalah bahwa nampkanya kebiasaan di sini adalah menguburkan orang meninggal di pinggir pantai. Ada beberapa nisan yang terlihat sudah rapuh berdiri tegak di bibir pantai. Damai sekali beristirahat di tempat macam ini. :)
|
Nisan di pinggir pantai |
|
Rumah penduduk yang ditinggalkan, mungkin karena abrasi |
Ga Bisa Pulang!!
Sesampainya kembali di penginapan, ternyata mobil yang seharusnya menjemput kita ingkar janji!!!! Mereka tidak kembali menjemput alasannya tidak diberitahu. Padahal jelas jelas kemarin sudah dikasih tau. Sepertinya mereka mengambil penumpang dari Bira ke Makassar dengan tarif yang lebih mahal dibandingkan dengan tarif yang sudah saya sepakati.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12. Semua kendaraan yang biasa melayani wisatawan Tanjung Bira sudah berangkat menuju Makassar.
Cara satu-satunya untuk balik ke Makassar adalah menuju ke Bulukumba, Di terminal Bulukumba ada banyak omprengan yang menuju ke Makassar. Permasalahannya, angkot dari tanjung bira ke Bulukumba itu terbataaaaaas banget jumlahnya. Kalau mau menunggu bisa bisa sampai jam 2 atau jam 3 sore. Jeng jeng..
|
Di jalan sesepi ini menunggu angkot -____- |
Oh iya, jangan pikir angkot di sini itu layaknya angkot Jakarta ya. Angkot di sini tampak luar nampak seperti mobil biasa, begitu dibuka, jeng jeng, isinya sudah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga muat banyak. Jadi kalau tampak luar, ga ada bedanya kendaraan pribadi dengan angkot. Hehehe. Saya dan Zulfi pun menuggu di pinggir jalan. Setiap ada mobil lewat selalu kami tanya "Pak, kamu mau ke Bulukumba bisa ga?" Hahaha.
Kami diberitahu lebih baik menuju di pelabuhan daripada menunggu di depan penginapan. Di pelabuhan, banyak kendaraan dari Takabonerate yang langsung menuju Makassar atau Bulukumba. Jarak dari penginapan ke pelabuhan itu sekitar 500 meter. Jadilah kami berdua, siang bolong, dengan saya ngegerek gerek itu koper (sungguh ini ga adventurous keliatannya hahaha) berjalan menuju pelabuhan. Eh, begitu sampai di pelabuhan, ternyata begitu sampai pelabuhan, kapal dari Takabonerate baru tiba jam tiga sore. Jeng jeng. Akhirnya kami tetap menunggu angkot di pinggir jalan.
Hampir satu jam menunggu, akhirnya ada juga angkot lewat, namun angkot ini tidak menuju ke Bulukumba, melainkan ke Tanah Baru (atau Tana Beru ya). Tapi dari situ akan ada angkot yang menuju ke Bulukumba. Okeh baiklah, berangkatlah kita ke Tanah Baru. Di dalam angkot itu, selain ada orang yang jumlahnya lebih dari 10, ada juga galon aqua, ikan segar dan sembako. Tidak lupa kopor gerek milik saya dan carier milik Zulfi. Ga paham banget deh gimana itu semua bisa muat. Hahahaha.
Sesampainya di Tanah Baru, penumpang lain, beberapa ibu-ibu, yang juga mau menuju ke Bulukumba dengan baik hatinya mengajak kami untuk bareng. Mereka agak terheran-heran melihat kita berdua. Dengan gaya yang Jakarta banget ini, ngapain deh susah susah naik angkot ke Makassar. Hahaha.
Dari Tanah Baru, akhirnya kita naik angkot yang "normal" menuju ke Bulukumba. Yeay! Ibu-ibu sesama penumpang ini baik sekali. Dia tidak akan turun di terminal Bulukumba, tetapi karena tau kondisi kami, dia bicara dengan sopir angkotnya dan meminta tolong sopir angkot supaya membantu kami memilih mobil omprengan supaya tidak salah naik.
|
Ibu-ibu yang baik hati memberi petunjuk jalan :) |
Dan akhirnya sampailah kita di termina Bulukumba! Itu sudah jam 4 sore. Saking leganya akhinya bisa sampi ke Bulukumba, kita sampe foto-foto di planknya. Norak banget, diliatin orang-orang. Hahaha.
Dengan bantuan pak supir angkot, kami berhasil mendapatkan omprengan yang akan membawa kami ke Makassar. End of the story? Belum!
Bayangkan, jam delapan malam begitu kami memasuki kota Makassar, mobil omprengan kami MOGOK di tengah jalan!! Hahahaha. Ini benar-benar luar biasa, mobil harus didorong dari tengah jalan untuk menepi ke pinggir jalan. Dengan segala ketidakpastian, akhirnya kami menelfon teman kami yang berdomisili di Makassar meminta petunjuk naik angkot untuk menuju ke tempat kami menginap.
Dan Voila!
Jam sembilan malam, akhirnya kami sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Dibutuhkan 9 jam dari Tanjung Bira ke Makassar menggunakan kendaraan umum, dari yang "maksa" sampai yang normal. Hahaha. Bandingkan bila naik travel atau kendaraan pribadi yang cuma 3-4 jam. Tidak mengapa, pengalamannya sungguh berharga. Berkesempatan bertemu banyak orang baik, ngobrol dengan orang lokal dan sungguh benar adanya, ada banyak jalan menuju Makassar. Hahaha.
****
Dengan keindahan pantai, sensasi matahari tenggelam dan keanekaragaman pesona bawah lautnya, bila kamu pergi ke Makassar, luangkanlah satu hari menengok Tanjung Bira. Dan belajar dari pengalaman saya, rencanakanlah transportasi dengan sebaik-baiknya bila tidak mau capek buang-buang waktu naik angkot dari Bulukumba. Hahaha.
Satu cerita menarik, Pak Bilki ini sepertinya terkesan banget dengan saya dan Zulfi, bahkan sampai sebulan kemudian dia masih rajin mengontak dengan mengirim pesan singkat. "Halo Gita, sedang ngapain?" >_<
Kesimpulannya? Meminjam istilah seorang sahabat, Tanjung Bira adalah sepotong surga di ujung Sulawesi. Saya sangat sangat setuju. Tunggu apalagi, segera masukan di wishlistmu ya!
[ ]