Selasa, 25 November 2014

Dua Hari Satu Malam di Tanah Toraja

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali! November tahun lalu saya mendapat rejeki jalan-jalan ke Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Dibuka dengan dua hari di Tanjung Bira yang serunya lumayan absurd hahaha, dilanjutkan dengan jalan-jalan ke Maros hari ketiga (ini ceritanya belum saya tulis, sabar yak :p), hari ke empat dan ke lima adalah spesial untuk Toraja!

Saya semangat sekali pergi ke Toraja ini. Toraja termasuk salah satu tempat yang ingin saya datangi sejak dari kecil. Alasannya? Gara-gara baca cerita tentang kuburannya di majalah Bobo waktu saya SD. Hehehe, maklum anaknya emang suka agak klenik.

Toraja terletak di sebelah utara kota Makassar, sekitar 6-7 jam perjalanan darat.


Ini ceritanya saya uda lupa hari ketiga itu hari apa yah haha, jadi saya Inu Zulfi dan Tendy pergi ke Toraja hari ketiga malam sehingga bisa sampai ke Rantepao, kota besar paling dekat dengan Toraja, hari ke empat pagi. Sebenarnya kalau mau bisa saja ambil jalan siang sehingga bisa menikmati pemandangan yang katanya bagus banget sepanjang perjalanan, tapi karena waktu yang terbatas, kita putuskan untuk jalan malam saja. Hemat waktu dan hemat penginapan hahaha. Lumayan dua malam bermalam di bus kan jadinya.

Bintang Prima si bus malam nyaman
Kita berangkat dari pul bus Bintang Prima yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan KM 12. Tepat waktu, kita menunggu kira-kira setengah jam sebelum akhirnya bis berangkat. Bisnya nyaman banget, ngalahin bis Super Eksekutifnya Harapan Jaya. Hahaha. Harga tiketnya kalo ga salah 180 ribu, tapi sungguh nyaman sekali. tempat duduknya empuk, selimutnya tebal, ada gulingnya pulak. Dan kita dapat tempat duduk paling belakang, jadi bisa jejer berempat, lumayan bisa pillow talk dulu sebelum bobo (baca : curhat hahaha). Saya tidur kayak bayi, bangun-bangun eh udah nyampe aja

Kita sampai di Rantepao sekitar jam 6 pagi. Waktu kita turun, sudah banyak orang yang menawarkan kendaraan atau penginapan. Kebetulan Zulfi punya teman sekantor yang asli orang Toraja. Teman kantor Zulfi ini memberikan rekomendasi guide, namanya Pak Yatim. Pak Yatim ini memanggil Zulfi dengan sebutan Pak Jusi. Tidak peduli seberapa sering kita membenarkan penyebutan nama Zulfi, sampai ketika kami sudah kembali ke Jakarta pun, melalui pesan singkat di telpon seluler, Pak Yatim tetap memanggil Zulfi dengan Pak Jusi! Hahahaha.

Pak Yatim sedang menceritakan sejarah suk
Pak Yatim ini termasuk salah satu guide senior di Toraja, bukan hanya jadi guide, beliau juga menyediakan transportasi untuk kita ber-empat berupa mobil kijang Inova lengkap dengan supir dan bensin. Bener-bener turis mode : ON banget lah ini. Mahal? Yah tentu saja. Kalau mau ala backpacker di sini bisa banget. Bisa sewa motor dan jalan sendiri ke spot-spotnya, tapi karena tempatnya itu jauh-jauh jadi lebih banyak makan waktu, belum termasuk nyasar-nyasarnya. Kalau cuma punya waktu sebentar di Toraja, pake servis guide mungkin jauh lebih efektif.

Tujuan pertama setelah dijemput oleh Pak Yatim adalah ke penginapan tempat kita akan bobo nanti malam, yaitu Pia's Poppies



Pia's Poppies ini termasuk salah satu guesthouse yang paling populer. Tadinya kita memesan untuk dua kamar, tetapi ketika kita datang yang tersedia adalah satu kamar untuk tiga orang. Setelah melihat kamarnya, ternyata cukup besar. Diputuskan, dua tempat tidur ditempel jadi satu, itulah tempat Tendy Inu Zulfi tidur. Saya mendapatkan kenyamanan tidur sendiri di satu tempat tidur di pojokan. Pia's Poppies ini pembayarannya per kamar per orang. jatohnya jadi sekitar 66k - 99k IDR, tergantung 1 kamar diisi oleh berapa orang.

Setelah membereskan urusan penginapan, kami sarapan dulu karena kelaparan. Pak Yatim membawa kami ke sebuah rumah makan khas Toraja, namanya Riman. Restoran ini menjual kopi Toraja juga.


 Sambil sarapan, Pak Yatim bercerita tentang sejarah suku Toraja dan tentang kepercayaan asli Toraja, yaitu Aluk To Dolo. Saya langsung bertanya tentang kemistikan Toraja, tentang mayat yang bisa berjalan sendiri. Menurut pak Yatim, "magic" itu ada karena kepercaraan dari para manuisa itu sendiri. Semakin sedikit yang percaya, maka "magic" itu makin lama ya memdar. Hmmm..

Dua hari di Toraja itu KURANG! Karena waktu yang terbatas, Pak Yatim hanya membawa kita ke tempat yang benar-benar paling OK menrut dia.

Ada segini banyak spot wisata di Toraja, dua hari mana cukuuuuup!
Tujuan pertama kami hari ini adalah kuburan bernama Lokomata. Butuh sekitar 40 menit untuk menuju ke sana. Sepanjang perjalanan kita disuguhi pemandangan alam yang indah. Sejuk dan damai. Terkadang di pinggir jalan kita menemui kuburan baru di bukit batu pinggir jalan.

Beuatiful scenery of Toraja
Tapi yang paling unik adalah ketika kita melewati sebuah lapangan di mana ada kulit kerbau yang sedang dijemur. Itu BESAR BANGET. Ya namanya juga ga pernah liat yang kayak gitu ya, kita langsung minta turun dan foto-foto di situ. Hahaha.

Kulit kerbau dijemur
Sesi foto berakhir ketika tiba-tiba anjing penjaga lapangannya mulai ga santai dan menggonggong ke arah kita. Ternyata pada takut anjing. Okesip. Saya engga sih tapinya. Oke, dikit. Hahaha.

Di sepanjang jalan di dekat kuburan kita juga kadang kita melihat ada rumah adat Toraja kecil di pinggir jalan atau di dekat makam batu pinggir jalan yang kita lewati. Namanya Erong, semacam keranda versi Toraja. Nah, menurut adat Toraja, Erong ini akan ditinggal di depan makam yang bersangkutan, bersama dengan barang-barang yang bersangkutan dengan almarhum yang meninggal.

Kubur Batu di pinggir jalan dan salah satu erong yang masih utuh di dekat mulut kubur.
Lokomata

Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan pertama : Lokomata, secara harafiah artinya adalah batu yang memiliki banyak lubang atau mata. Maksud dari lubang atau mata, ya kuburan Toraja itu sendiri.

Lokomata ini terkenal karena merupakan salah satu batu alami terbesar yang bisa memuat begitu banyak orang di dalam dekapannya.

Kuburan batu Lokomata. Batu dengan banyak "mata"

Jejeran Erong

Kira-kira sebesar ini kuburan batunya kalo dibandingin sama Inu 
Batu Tumonga

Setelah puas berfoto-foto di sini, perjalanan dilanjutkan ke Batu Tumonga,  tepatnya ke sebuah restoran bernama Mentirotiku, Toraja. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan di sini. Pertama, menikmati kabupaten Toraja dari puncak bukit. Bagi saya, pemandangannya agak-agak sureal. Jejeran awan, gunung dan pohon dengan corak yang abstrak.

Pemandangan dari Mentikoroti

Kedua, kita bisa melihat kerbau Toraja dari dekat. Ukurannya memang fantastis dan dia sedang sedang dimandikan. Kerbau ini nilainya seharga mobil avanza.


Ketiga melihat aneka ragam ukiran khas Toraja yang diambil dari dinding Tongkonan yang sudah dibongkar. Ukiran - ukiran ini disimpan di sebuah gudang dan memiliki berbagai macam arti. Yang paling saya suka adalah ukiran Tangke Lumu atau Tangkai Lumut, kalau di gambar di bawah ini yang bentuknya muter-muter kayak ombak. Arti ukiran ini adalah bahwa keluarga itu sama seperti lumut, selalu bersama-sama, tidak pernah terpisah. kalau diperhatikan, ukiran lumut ini memang sambung - menyambung.

Macam macam ukiran Tongkonan



Keempat, melihat beberapa bangunan Tongkonan yang atapnya masih menggunakan bambu, bukan seng seperti yang kebanyakan ditemui di sepanjang jalan Toraja.

Tongkonan atap bambu
Kampung Adat Bori

Dari Batu Tumonga, kita menuju ke Bori, kampung adat yang terkenal dengan taman megalitikumnya. Kampung Bori adalah salah satu warisan budaya megalitikum di Indonesia.

Susunan batu megalitikum di kampung Bori
Batu - batu ini berfungsi sebagai salah satu sarana pelaksanaan pesta adat di kampung tersebut. Ini kalau ga salah ya, kalau salah mohon maaf dulu, begini nih ceritanya. Jadi  ketika ada acara adat, kerbau yang akan dikorbankan diikat di salah satu batu, tergantung dari tingkatan kastanya.

Di kampung Bori ini, kita juga bisa melihat Tongkonan yang punya tanduk kerbau yang tinggi sekali, saking tingginya untuk bisa dapet semua tanduknya dalam satu frame harus difoto dari bawah sambil tiduran. Hehehe. Oh iya, di sini juga ada patung kerbau albino yang cukup besar loh. Patung ini dibuat untuk memperingati sebuah pesat adat yang pernah diadakan di kampung ini dan ketika pesta tersebut, keluarga yang merayakan menyembelih kerbau albino sebesar patung tersebut.

Desa Adat Sadan

Dari Kampung Bori, kita menuju ke tujuan terakhir kita hari itu yakni Desa Adat Sadan. Desa ini juga terkenal sebagai desa tenun. Di sini kita bisa melihat langsung proses produksi kain tenun khas Toraja. Sayangnya waktu itu saya sedang bokek luar biasa, sehingga cuma lihat-lihat dan pegang-pegang saja, tidak berani nanya harga, takut sakit hati. Hahaha

Jejeran kain tenun khas Toraja
Selain bisa melihat kain tenun, di desa adat Sadan terdapat jejeran rumah Tongkonan yang asri di tepi sungai. Kami menghabiskan sekitar hampir satu jam untuk berfoto, menikmati pemandangan dan matahari tenggelam dengan duduk duduk di bawah lumbung padi.

Desa adat Sadan di tepi sawah
Ada cerita rakyat yang menarik yang diceritakan pak Yatim kepada kami sore itu. Kalau diperhatikan, lumbung padi yang terletak di seberang tongkonan itu, pondasinya selalu terbuat dari pohon aren. Ini ada alasannya. Jadi dulu, manusia itu bisa mengerti bahasa binatang. Suatu hari ada seorang petani yang sedang mencari kayu di hutan. Dia tidak sengaja mendengar percakapan dari tikus tanah. Tikus itu bercerita bahwa badannya luka luka terkena duri dari pohon aren. Melihat hal tersebut, raja tikus memutuskan untuk melarang tikus tikus lainnya memanjat pohon aren supaya tidak terluka. Mendengar hal itu, petani itu lalu menceritakan kepada teman petani yang lain. Sejak saat itu, tiang tiang lumbung terbuat dar pohon aren supaya tidak ada tikus yang bisa memanjat dan memakan hasil panen.

Cafe Aras

Hari pertama akhirnya selesai sudah. Pak yatim mengajak kami ke sebuah tempat hip namanya Cafe Aras. Cafe ini cafe modern, makanannya juga makanan western. Harganya sih harga jakarta, agak mahal tapi memang konsepnya konsep bule. Kalau memang ingin bertualang mencari makanan khas toraja, ya jangan ke sini hehehe.


Setelah makan malam, kami mencari toko souvenir dan toko kopi. Pada mau beli kopi toraja yang terkenal itu. Banyak warung yang menjual kopi Toraja di Rantepao jadi tidak perlu khawatir.

HARI KEDUA

Pasar Bolu, Pasar Hewan Toraja

Kami cukup beruntung karena di hari kedua kami berada di Toraja bertepatan dengan hari diadakannya pasar Hewan. Seperti namanya, pasar ini isinya adalah orang-orang berjualan hewan. Pasar ini hanya buka tujuh hari sekali. Biasanya orang-orang dari seluruh daerah akan datang ke sini untuk menjual hewan peliharannya. Yang paling mencolok : babi dan kerbau. Satu lapangan isinya babi dan kerbau. Hahaha.

Kerbau, kerbau's everywhere
Babi, babi's everywhere
Pasar hewan ini ga recommended kalau orangnya ga suka jorok dan ga suka bau, hehehe. Tapi kalau ingin mengenal dan mengalami kebudayaan Toraja, pasar ini sangat menarik. Kita bisa melihat tawar menawar kerbau seharga mobil, dan bagaimana orang orang Toraja ini mengorganisir pasar hewan ini tanpa kegaduhan, padahal itu kerbau ada di mana mana. Hehehe.

Kami juga sempat diajak menelusuri pasar tradisionalnya. Kopi Toraja dijual di mana-mana. Wangi kopi dan rempah-rempah sangat tajam sepanjang jalan, membuat saya senang tanpa alasan. Hehehe.

Kopi Toraja
Upacara Adat Kematian di Nanggala

Keberuntungan masih  berpihak pada kami. Hari itu juga sedang diadakan upacara kematian di desa Nanggala. Setelah menghabiskan sekitar hampir 2 jam di pasar hewan, kami menuju ke Nanggala.
Pesta adat kematian di Toraja tidak serta merta diadakan ketika ada anggota keluarga yang meninggal, tetapi tergantung kesiapan keluarganya. 

Upacara kematian  Toraja cukup rumit dan ramai. Orang yang datang harus mengisi daftar hadir terlebih dahulu dan duduk di tempat yang telah ditentukan tergantung hubungan keluarganya. Keluarga dekat duduk di tempat khusus, keluarga yang lebih jauh hubungannya dipersilakan duduk di tempat tempat yang lebih kecil, yang sudah diberi nomor supaya tidak salah. Di acara yang kami datangi, nomor tempatnya itu mencapai enam puluhan, dan satu tempat itu bisa berisi sampai 10 orang. Jadi bayangkan saja berapa banyak orang yang ada di acara ini.



Kami tidak menghadiri acara sampai selesai. Acara dibuka dengan para keluarga inti yang sudah menggunakan baju adat datang dan menjemput para keluarga dekat, berjalan mengitari area upacara, lalu duduk di tempat yang sudah disediakan. Kemudian sekumpulan wanita dengan pakaian adat melayani seluruh undangan dengan menyajikan kue kue dan minuman. Cucu cucu dari keluarga inti mengenakan baju khas Toraja menyambut para tamu. 

Mengantar makanan untuk para tamu

Tak lama setelah itu, pemimpin upacara memulai acara dengan berdoa dan menceritakan hakikat kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal, dengan bahasa toraja tentunya. Kemudia kerbaunya tidak disembelih dengan cara orang jawa, tapi ditebas lehernya ketika kerbaunya sedang berdiri santai. Serem.

cukup sekali melihat yang kayak gini :(
Dan setelah adegan horor ini, saya minta pulang hehe. Ga berani liat kelanjutannya. 

Oh iya, setelah prosesi pemotongan kerbau ini, petugas upacara menghitung dan membacakan babi yang telah dibawa ke upacara. Akan disebutkan dengan pengeras suara babi yang ini berasal dari keluarga mana. Ada ratusan babi di arena upacara ini. Jadi kebiasaannya adalah keluarga yang datang akan membawa babi atau kerbau, lalu nanti ketika keluarga ini mengadakan upacara kematian, keluarga yang telah diberikan babi akan balas datang dan membawa babi. 

Kete' Kesu

Pemberhentian selanjutnya adalah salah satu tujuan wisata paling terkenal di Toraja. Kete' Kesu. Di Kete' Kesu, kita bisa melihat Tongkonan yang usianya ratusan tahun. Tongkonan ini terbuat dari kayu dan bambu. Karena atapnya terbuat dari bambu, tumbuhan paku-pakuan tumbuh subur di atasnya.

jejeran tongkonan di kete' kesu
Di sini kita juga bisa masuk ke dalam salah satu rumahnya dan melihat bagian dalamnya. Ada dapur, ada ruang tidur dan ada ruang untuk menerima tamu. Sungguh luar biasa kalau dibayangkan bagaimana nenek moyang dulu bisa hidup dengan keterbatasan ruang seperti ini ya.

dapur di sisi samping rumah. Bagian bawah untuk memasak, bagian atas untuk menyimpan bahan makanan
Selain jejeran Tongkonan purba, di Kete' Kesu kita juga bisa melihat kuburan gantung. Tidak seperti kuburan kemarin di mana mayatnya disimpan di dalam batu, kuburan gantung ini lebih kuno, berasa dari leluhur yang lebih purba. Jadi petinya diletakan saja di sekitar batu, atau ditaruh di atas palang palang yang ditancapkan ke batu, jadi menggantung di atas batu. Satu peti itu bisa berisi lebih dari satu mayat, sehingga beberapa peti yang kelebihan muatan ada yang jatuh dan isinya berserakan.

Kuburan gantung kete' kesu
Coba deh perhatikan ukiran di peti kayunya. Rasanya  menakjubkan sekali bagaimana orang dulu bisa membuat peti seperti ini dengan keterbatasan alat pertukangan. Bagi saya ini adalah tempat yang paling mistik, hehehe. Kalau boleh memberi warna, tempat ini warnanya abu-abu. Seperti ada banyak orang padahal sepi. Semoga mereka beristirahat dengan tenang.

Kambira

Dari kete kesu, kami berhenti untuk makan siang di salah satu restoran cukup mahal yang saya tidak ingat namanya karena mahal dan ga enak enak amat. Kalau sama Pak Yatim ini memang dibawanya ke tempat mahal deh kalo makan x(

Tujuan selanjutnya adalah kuburan anak Kambira. Kuburan ini letaknya bukan di dalam batu, tetapi di dalam pohon. Menurut kepercayaan orang Toraja, bayi yang meninggal di bawah umur tiga hari harus dikuburkan di dalam pohon. Bayi yang berasal dari getah putih (sperma) akan kembali lagi ke getah putih (getah pohon), menyatu dengan pohon untuk tumbuh ke atas dan kembali ke atas.

Kuburan anak Kambira

Royal Grave Sangngalla'

Dan tempat terakhir yang kami kunjungi hari itu adalah The Royal Grave Sangngalla'. Royal Grave terletak di sisi sebuah tebing curam yang cukup tinggi. Dinamakan Royal Grave karena di tempat ini banyak terdapat makan para bangsawan. Hal ini tergambar dari banyaknya patung patung yang diletakkan di muka pintu kubur.

The Royal Grave
Sayangnya ada beberapa patung yang tidak utuh atau ada beberapa tempat yang kosong, tidak ada bonekanya. Ini adalah ulah pencuri yang mengambil patung patung ini untuk dijual di pasar gelap. Peminatnya biasanya adalah para kolektor barang antik.

Karena hujan tiba tiba turun lebat sekali ketika kami sampai ke sini, kami tidak berlama-lama di tempat ini. Selain itu hari sudah semakin sore. Kami akan kembali lagi ke Makassar malam itu juga. Besok malamnya, saya Inu dan Zulfi akan kembali lagi ke Jakarta.

Kami kembali menggunakan bis malam tapi dengan merek yang berbeda. Saya lupa namanya, tapi pul busnya ada tepat di samping Cafe Aras. Jadi kami bisa makan malam terlebih dahulu di cafe Aras.


Fun Fact

1. Agama asli orang Toraja namanya Aluk To Dolo. Saya pernah baca bahwa pemerintah menggolongkan agama ini sebagai bagian dari Hindu (?). Terlepas dari itu, mayoritas ornag Toraja memeluk agama Kristen atau katolik

2. Menurut legenda, orang Toraja dulu menggunakan manusia sebagai korban untuk upacara adat, sampai suatu hari Tuhan menyuruh untuk berhenti mengorbankan sesama manusia dan memberikan kerbau albino sebagai gantinya. Kerbau albino ini hanya bisa ditemukan di Toraja dan menurut pak Yatim belum ada yang berhasil mengembang biakan kerbau ini di luar Toraja

3. Kopi Toraja dapat dibeli di warung-warung kopi di kota. Harganya katanya sih murah. Saya tidak minum kopi, jadi kurang begitu paham.

4. Saya mengirim kartu pos dari Toraja ke Jakarta. Dengan prangko IDR 10k, butuh 2 bulan untuk sampai dengan selamat.

5. Waktu yang paling baik untuk berkunjung ke Toraja adalah bulan Desember karena ada festival namanya"Lovely December". Bulan Desember ini para perantau akan kembali ke Toraja untuk merayakan Natal dan tahun baru.

6. Toraja adalah suku yang sangat mengutamakan keluarga. Patung di setiap kuburan memiliki pose / gestur tangan yang sama, memiliki arti "Respect me and I will bless you". Artinya kita harus menghormati para leluhur kita karena berkat merekalah kita bisa ada di dunia ini. Kelak para leluhur akan memberkati kita dengan rejeki yang berkecukupan



Dan sekianlah catatan perjalanan saya, Inu, Zulfi dan Tendi ke Toraja. Horai!

Budgetnya cukup mahal karena kali ini kita pakai guide profesional dan mobil mewah beserta sopir. Satu hari sekitar satu juta untuk guide plus transport. Dibagi empat karena kita cuma berempat, dan itu belum termasuk makan, penginapan, belanja dan oleh oleh. Tapi memang sebanding dengan informasi dan cerita mengenai adat istiadat Toraja dari pak Yatim ini. Dia sangat profesional dan berpengalaman.

Bila mau berhemat, leih baik sewa motor dan keliling sendiri menjelajahi Toraja dengan berbekal peta ala dora hehehe tapi tentu tidak cukup dua hari satu malam :)

Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di catatan perjalanan lainnya yes :D


Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...