Sabtu, 07 Februari 2015

I'm Getting Married!

Iya betul, kamu ga salah baca. I'm getting married. Masih taun depan sih, tapi pusingnya udah mulai dari sekarang. Hahaha.

Jadi kenapa di 2015 blog ini mulai sepi tanpa update galau di awal tahun seperti tahun tahun sebelumnya? Jawabannya adalah karena di akhir tahun 2014, tanpa diduga-duga, saya bertemu dengan si mas ini.

Jadi begini. Hahaha.

Hmmm, gimana ya mulainya. Diawali dari sebuah aplikasi yang bernama "Tinder". Hahaha. Sampai sekarang masih ga percaya sih kalau saya memakai aplikasi ini. Jadi ini semacam aplikasi perkenalan dunia maya. Cek ke sini tentang cara kerjanya >> How to use Tinder

Awal install Tinder ini semata-mata untuk membantu teman-teman saya saja sih. Mereka penasaran pingin main Tinder tapi ga mau install hahaha. Nah singkat cerita saya berkenalanlah dengan satu orang ini. Setelah sebulan ngobrol via whatsapp, kami memutuskan bertemu dan setelah sekitar seminggu lebih berinteraksi, kami memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini ke tahap yang lebih serius.

Segampang itu?  Hahaha. Iya ternyata segampang itu. Setelah bertahun tahun kerjanya di PHP in atau dicuekin gebetan, ternyata kalau emang dua-duanya nyaman, ketemuan itu ya segampang itu. Kalau kata orang, begitu ketemu yang rasanya pas, semuanya jadi terasa mudah. Saya juga ga menyangka kalau ternyata orang jawa katolik yang rajin ke gereja, suka traveling, berjiwa sosial tapi bisa diajak minum dan dugem itu ternyata beneran ada di dunia nyata dalam wujud seorang peneliti! Kalau peneliti, sudah pasti pintar dan sopan dan sabar hahaha.

Antonius Wisudarmoko.

Panggilannya Koko. Saya dari pertama kenal udah manggilnya mas. Maskoko. Kalo liat fotonya di tinder, mas mas banget lah.  Si maskoko ini layaknya pemuda 32 tahun yang sangat mas-mas. Kayak petugas teller bank. Kayak petugas kelurahan. Kayak mas mas PNS, Tapi pas ketemu.. jeng jeng.. penampakannya adalah jins plus converse merah plus kemeja yang sangat 90an sekali. OK. Masih mas mas tapi ga mas mas banget. Tipe tipe cowok yang ada di tempat-tempat happening antimainstream di jakarta. Tipe cowok indie. Hipster. Ini mah jauh dari mas mas. Ini semacam kayak selera saya. Tapi kalo uda pake baju kantor ato baju batik ya jadi mas mas lagi sih. Hahaha.

Satu hal yang menonjol, dia ini tingginya 188 cm. Bandingkan dengan saya yang hanya 154 cm.


Dan demikianlah akhirnya setelah tiga bulan berinteraksi, akhir Januari kemarin maskoko dan ayah ibunya datang menemui mama papa dan memperkenalkan diri. Maskoko juga bilang ke papa kalau dia mau serius dan meminta waktu satu tahun untuk persiapan dan bila nanti semuanya lancar kami berdua akan melanjutkan ke tahap penerimaan Sakramen.

Sungguh rasanya begitu tenang dan luar biasa. Ketika ada seorang laki-laki, duduk dengan tenang dan berbicara pelan, sopan tapi tegas kepada papa, meminta ijin kepada papa untuk menikahi saya.

Masih banyak PR buat kita berdua. Lebih mengenal dan memahami satu sama lain. Ini masuk bulan ke empat kita saling mengenal. Sekuat-kuatnya chemistry  kami berdua, banyak hal yang membutuhkan waktu untuk bisa dimengerti, seperti bagaimana kami berdua saling mengendalikan emosi. Terutama karena kita berdua bekerja di dua bidang yang sangat jauh berbeda. Maskoko adalah peneliti di bidang antropologi dan sosiologi. Jam kerja based on project. Sedangkan saya adalah pegawai kantoran dengan hidup penuh rencana dan sangat teratur.

Sekarang dia sedang ada di Papua, di daerah tanpa sinyal, dan kami baru bisa berkomunikasi nanti tanggal 22 Debruari dan itu masih hmmm 15 hari lagi :( Sungguh suatu ujian untuk saya yang sangat butuh perhatian dan manja level dewa.

Komitmen sudah dibuat. Kami berdua sudah sepakat untuk memulai perjalanan ini. Saya pikir saya juga harus berubah dan harus lebih berusaha untuk memperjuangkan hubungan ini. Lebih sabar, lebih tenang, lebih berpikir ke depan dan lebih percaya kepada Tuhan bahwa Dia akan mengatur semuanya indah pada waktunya.

Dan demikianlah kabar terbaru saya. Janji saya adalah sebelum Mei 2016, semua tulisan jalan-jalan saya sudah harus ada di blog ini. JANJI!

[ ]

Minggu, 01 Februari 2015

Catatan Perjalanan Sumba Hari Kedua : Surga itu Bernama Wekuri dan Mandorak

Ini adalah cerita perjalanan saya, Inu dan Bita ke pulau Sumba bulan Mei lalu. Cerita hari pertama bisa dibaca di sini.

Hari kedua di Pulau Sumba dibuka dengan bangun kesiangan dan melewatkan sunrise. Padahal penginapan kita tepat berada di pinggir pantai. Tapi tidak mengapa, masih ada satu malam lagi di penginapan ini.

Sesuai janji dengan Markus tadi malam, pagi itu kita bertemu di persimpanagan dekat SPBU kota Tambolaka. Ternyata Markus membawa dua orang tamunya. Dia bilang kita bisa bersama-sama pergi ke beberapa tempat. Karena sopir dari mobil sewaan kami masih kurang familiar dengan jalan di Tambolaka, kami mengekor mobilnya Markus.

Tujuan pertama hari ini : Rumah Budaya Sumba

Museum Rumah Budaya Sumba
Di museum ini kita bisa mendapatkan beberapa informasi mengenai kebudayaan Sumba, karena ternyata di Sumba ini ada banyak suku dengan adat istiadat yang berbeda-beda.  Sayang di dalam museum ini kita tidak diperbolehkan mengambil foto.

Di dalam museum ini kita bisa melihat beberapa jenis kain tenun dari berbagai macam suku. Orang Sumba juga telah mengenal  perhiasan yang terbuat dari logam seperti gelang, kalung dan juga sisir. Kita juga bisa melihat beberapa alat musik, peralatan memasak yang dibuat dari tanah liat dan juga peralatan bertani seperti alat memeras tebu, alat berburu, palang gerbang rumah adat dan juga alat pacu untuk upacara Pasola.

Museum ini didirikan oleh Pastor Robert Ramon pada tahun 2010. Penanggung dananya adalah seorang wanita yang menduduki posisi cukup tinggi di produksi air mineral Aqua. Tapi kita tidak diberitahu siapa namanya. Salut saya untuk ibu manajer ini atas usahanya untuk melestarikan budaya Sumba lewat museum ini. Ohiya, di dekat museum ini juga ada sbeuah gereja katolik yang sedang direnovasi.

Setelah meninggalkan museum, kami menjemput dulu seorang teman Markus yang bernama Kitty. Kitty bergabung dengan mobil kami, tujuannya supaya mobil kami tidak terlalu bergantung dengan mobil Markus kalau-kalau ternyata nyasar.

Lanjut ke tujuan ke dua, tujuan yang paling dinanti-nantikan semua orang :

Danau Wekuri!

Perjalanan ke Danau Wekuri ini memakan waktu lebih lama dari yang kami kira : 2 jam saja sodara sodara! Padahal kalau lihat di peta, tempatnya harusnya ga jauh-jauh amat. Infrastruktur di Sumba Barat ini memang masih jauh dari ideal. Jalan yang harus ditempuh menuju ke Danau Wekuri masih berupa jalan setapak yang pas-pasan untuk dilewati mobil. Karena masih setapak, mobil tidak bisa melaju kencang. Maksimal 20 km/jam. Sepanjang jalan juga tidak ada petunjuk arah, sinyal GPS, ataupun lampu jalan. Saya pribadi sedikit agak parno kalau-kalau kita kesasar, karena sopir nya agak kurang meyakinkan. Huhuhu.

Kebayang ga menelusuri jalan seperti ini selama lebih dari 1,5 jam tanpa sinyal GPS
Waktu sudah menunjukan pukul setengah 12 ketika kami tiba di Danau Wekuri. Dan perjalanan dua jam yang sedikit menegangkan itu terbayar sudah.

Kalau katanya surga itu terpecah menyebar di penjuru dunia, maka Danau Wekuri adalah salah satu pecahannya.

Danau Wekuri


clear sky, clear water, i couldnt ask for more
Ketika kami sampai, ada empat orang asing yang juga sedang bersantai di pinggir danau. Ternyata salah satu dari mereka adalah orang yang menemukan danau ini! Jadi ceritanya, waktu mereka lagi naik pesawat terbang, dari atas mereka melihat ada danau. Lalu selama tiga hari dengan menggunakan kuda, mereka mencari tempat ini dan voila, di sinilah kami sekarang menikmati keindahan danau Wekuri :) Bule ini sempat menawarkan untuk main ke tempat mereka, katanya tidak jauh dari sini. Penasaran sih, karena seingatan saya, tidak ada apa-apa sepanjang perjalanan.

Air danaunya sangat jernih dan tenang, kita sampe bisa bikin video ini hahaha. 



Setelah sekitar satu jam bermain-main di Danau Wekuri, kami pindah tempat ke tujuan berikutnya, yaitu pantai.

Pantai Mandorak

Letaknya tidak jauh dari Danau Wekuri, tidak sampai 10 menit naik mobil. Dan begitu kami sampai dan melihat pantainya, saya langsung teriak teriak kegirangan. Ini adalah pantai terindah yang pernah saya datangi :')

itu saya, yang udah kegirangan main main di pasir

Pantai ini adalah pantai kecil yang dikelilingi oleh batu karang. Pasirnya haluuus banget. Airnya biru kehijauan. Dan, para nelayan juga menggunakan pantain ini sebagai tempat berangkat dan pulang melaut. Indah bangetlah pokoknya, udah ga tau harus ngomong apalagi.


I can spend my whole day just sitting here. Tapi habis itu gosong dan kulitnya kebakar sih. Hahaha.

my version of heaven
Pas kami bermain di situ, pas banget ada nelayan yang baru pulang melaut. Ini videonya :


Surga banget kan? Pantai ini dikelilingi bukit karang dan di sisi kiri pantai ini, tepatnya di atas bukit, ternyata ada semacam rumah. Sepertinya, ini adalah rumah yang dimaksud oleh bule yang kami temui di Danau Wekuri tadi. Tinggal di tepi pantai macam ini bagaimana rasanya ya..

Rumah di tepi bukit
Dan, pantai ini adalah cocok untuk pose pose kalender. Hahaha. Saya dan Bita langsung bereksperimen dengan berbagai macam gaya hahaha.

Pose kesukaan hahaha. Sok iya banget ya.

Our usual fail yoga pose hahaha
Dan tentu saja kami juga tidak lupa membuat video 360 :D


We are soooo happy!

Dan demikianlah kesimpulan saya sejauh ini, bahwa potongan surga itu ada di Sumba, namanya Wekuri dan Mandorak. Dan mungkin  potongan surga ini bisa tetap demikian karena keterbatasan akses ke sini. Coba bayangkan kalau sudah ada lapak-lapak indomie dan es kelapa di kiri kanannya, mungkin ga sesurga ini lagi.

Egois ga sih kalau Sumba dibiarkan seperti ini saja supaya tidak menjadi seperti Bali? Tapi kalau begitu, bagaimana dengan perkembangan sumber daya manusianya?

Jam sudah menunjukan pukul dua siang dan akhirnya kami memutuskan untuk bergerak ke tujuan selanjutnya, yaitu  Desa Adat Ratenggaro dan Pantai Pero. Kami belum makan siang, dan perjalanan dari Pantai Mandorak ke panti Pero sebelas dua belas dengan perjalanan sebelumnya. Kiri kanan isinya hanya pohon dan semak belukar. Belum lagi ditambah kepanikan ketika di jalan yang sesempit itu tiba-tiba ada mobil datang dari arah berlawanan. Hahaha. Namun karena memang sudah sangat bersemangat, kami semua bisa menahan lapar.

Ok, supaya ga terlalu panjang dan capek bacanya, sampai di sini dulu saya. Cerita tentang Desa Adat Ratenggaro dan Pantai Pero akan saya ceritakan terpisah di postingan berikutnya yes! Layaknya rumah makan Padang, mohon sabar menanti hehehe.

[ ]


Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...