Selasa, 22 April 2008

Hari Kartini yang aneh,,, (diucapkan dengan nada menurun di akhir kalimat ala sinchan)

Kenapa waktu 21 April kemarin kita disuruh pake batik? Apakah karena kartini dulu selalu memakai batik? Kayaknya sih, dia pakai kebaya walau bawahnya batik. Hohohoho…

Nuansa batik begitu terasa di kampus ganesha kemarin. Dresscode yang digaungkan kabinet cukup berhasil dipopulerkan. Tapi sepertinya korelasi antara batik dan kartini itu sendiri masih terlalu lemah di logika saya.

Mari kita coba mengkorelasikan:

Kartini ada seorang ibu rumah tangga dari keluarga Jawa ningrat. DIa memberikan pendidikan kepada anak-anak perempuan di lingkungannya, di mana pada masa itu perempuan tidak berhak menyentuh bangku pendidikan. Walau meninggal di usia muda, apa yang ia lakukan menjadi katalis penyetaraan pendidikan antara perempuan dan laki-laki di Indonesia. Saya menekankan kata penyetaraan pendidikan. Konsep penyetaraan di sini bukan pukul rata secara membabi buta ya, tapi sebuah konsep yang (bagi saya) mengakui keberadaan wanita untuk turut menyeselesaikan masalah-masalah dunia, bukan sejedar penghias warna-warni dunia… halah… J Bagian dari feminism J Dan hei,,, feminisme adlah konsep yang turunannya banyak, jadi ga selalu negative.. Meminjam istilah Hanna: Feminisme itu bukan tunggal, tapi jamak, banyak mazhabnya.

Nah. Sekarang dengan latar belakang apa yang telah Kartini lakukan, pemerintah memperingati 21 April sebagai hari Kartini. Kita pun diperbolehkan memperingati hari ini dengan berbagai cara. DI kampus kemaren, ada diskusi yang mengundang cewek2 ok yang sukses. Bolehlah. Itu menunjukan wanita-wanita ini telah mendapat pendidikan yang dulu diperjuangkan kartini dan terbukti mampu ikut berusaha memperbaiki masalah sekitar yang ada. Tapi kalau fashion show??

Okeilah, batik pakaiannya kartini. Tapi masak itu dasar kita pakai batik-an? Kalau yang jadi perancang fashion shownya termasuk cewek2 oke, gw masih terima. Kalau di balik setiap busana yang ditampilkan ada penjelasan yang berbau filosofis, gw malah tambah seneng. Tapi ini fashion show yang “seolah-olah” dijadikan daya tarik semata untuk meramaikan diskusi yang diadain. Yang ada, diskusi hanya tinggal diskusi. Suara para pembicara tenggelam di anatar para mahasiswa yang ramai memenuhi CC entah untuk apa.

Fiuh… di mana semangat kartininya?? Bagi saya, Hari Kartini adalah hari untuk mengingatkan orang tentang seorang Kartini yang mau memenuhi cita-citanya walaupun nekat. Hari Kartini adalah peringatan kepada seorang wanita yang membuat saya bisa sekolah dan menulis tulisan ini. Jadi, wajarlah saya kecewa dengan perayaan yang kali ini… Kosong sajalah… Tapi tak pa-pa.. Diawali dengan hura-hura, semoga diakhiri dengan renungan di hati para penonton fashion show kemarin sore,,,, hohohoho…

Selasa, 15 April 2008

Saya menolak konsep NON HIM apalagi Anggota Muda Anggota Biasa ala MTI….

Jadi ya teman-teman, karena saya adalah Mahasiswa Teknik Industri ITB angkatan 2005 dan somehow berhasil mengalahkan ego diri dan idealisme lalala sehingga bisa mengikuti PPAB sampai selesai walaupun “berkasus” maka saya mendapakan status sebagai anggota MTI.

MTI itu katanya adalah Keluarga Mahasiswa Teknik Industri ITB yang entah kenapa hanya disingkat menjadi MTI (tanpa embel Himpunan atau Keluarga atau Ikatan). Jadi kalau bicara konteks, semua mahasiswa ITB yang punya nim 134 harusnya adalah MTI aka Mahasiswa Teknik Industri. Walaupun MTI di sini merujuk pada organisasi yang isinya adalah orang-orang yang lulus PPAB dan punya jahim biru muda, tapi pemilihan nama tentunya bertujuan untuk menunjukan secara cepat kepada orang di luar sistem siapakah organisasi ini.

Jadi menurut saya, dari segi nama aja, harusnya semua orang yang punya nim 134 adalah MTI. Konsep Non-him bagi saya telah gugur dengan bilang: himpunan gw “MTI”

Argumen lain

Zaman telah berubah,, kita tidak lagi berperang terhadap orde baru,, karena kehilangan musuh (orde baru), kita jadi berperang terhadap orang di luar sistem. Mulai dari rektorat, KM ITB, bahkan orang2 yang ga kita anggap layak ada di MTI karena dia ga melakukan apa / kontribusi.

Saya ga sepakat kalau untuk masuk MTI adalah sebuah pilihan. Bagi saya masuk MTI adalah hak. Kenapa hak? Karena saya ga melihat ada alasan logis bahwa apa yang bisa dinikmati di MTI (rasa kekeluargaan, silaturahim, mengabdi kepada sesama) hanya untuk mereka yang ikut PPAB. Apalah PPAB itu? Untuk membentuk karakter? Karakter apa? Karakter satu sebagai angkatan? Apakah harus menjadi satu angkatan yang solid kemudian baru boleh menjadi MTI? Kita bukan tentara! Yang dibentuk pada PPAB adalah rasa kepedulian. Memangnya kenapa kalau karakter itu dibentuk seiring dengan masuknya mereka sebagai anggota MTI? Ga salah kan?

Ini logikanya bagi saya. Kamu masuk MTI bukan karena kamu sudah solid, kuat, dan saling gotong royong. Tetapi karena kamu sudah jadi anggota MTI, kamu harus punya karakter kuat, solid dan saling gotong royong!!

Menurut saya menjadi anggota MTI dapat dianggap sebagai suatu penghargaan kepada mereka yang telah berhasil menembus USM dan SPMB. Mereka-mereka ini (termasuk kita semua) menjadi satu dan punya keterikatan karena saru kesamaan: setara secara akademik. Konsekuensi dari penghargaan itu adalah menunjukan sikap integritas, bertanggungjawab dan mengabdi pada sesama. Untuk membentuk karakter tersebut adalah tanggung jawab MTI. Dalam hal ini kaderisasi bisa jadi salah satu tools-nya.

Beda lho. Kalau ikut kaderisasi untuk mendapat status. Yang kita pikirin adalah bagaimana menuntaskan proses kaderisasi. Tapi ketika kaderisasi dibuat untuk meningkatkan kualitas diri, tentu setiap orang yang ikut adalah mereka yang benar2 ingin mendalami dan mengambil hikmah dari setiap proses.

Intinya sih: PPAB ga membantu banyak dalam membentuk karakter seseorang apalagi angkatan. Bagi saya pribadi PPAB berpengaruh besar dalam membentuk jiwa militansi yang berlebihan di beberapa orang dan mengobarkan cara pandang hitam putih yang cukup naïf. Buntutnya: membuat perpecahan terselubung dalam angkatan maupun lintas angkatan yang baru dirasakan 2 – 3 tahun kemudian.

OK, kembali ke awal. Masuk MTI bukan pilihan, tapi hak. Emang si ada yang bilang: “Jangan pikirin apa yang MTI kasih ke anda, tapi apa yang bisa anda kasih ke MTI”. Dengan pandangan seperti ini, silakan pilih, mau ngasih sesuatu atau ga? Kalau ga, yang jangan masuk MTI.

Nah, masalahnya: quote itu aslinya kan “Jangan pikirin apa yang udah Negara kasih ke anda, tapi apa yang udah anda kasih ke Negara” (Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke sekianlah…). Ketika kita adapt quote itu, apa kita udah jadi warga Negara?? Udah kan…?? Terus kenapa quote itu muncul. Menurut saya, itu adalah suatu ajakan untuk memikirkan kepentingan bersama dengan mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan, karena Negara adalah tak lain kita semua. Nah jelas kan Negara itu siapa.

Kalo kita pake quote itu di MTI sebagai “landasan” untuk mengajak (atau mungkin memaksa??) orang masuk MTI, anehlah… siapa itu MTI?? Sesuatu di luar sana di mana si calon anggota adalah orang di luar sistem. MTI sudah menagih kontribusi (memilih masuk him) sebelum para calon anggota ini mendapat haknya…

Kenapa sesuatu yang harusnya bisa dibagi bersama (rasa kekeluargaan) harus dibatasi hanya kepada mereka yang baik menurut perspektif satu pihak saja? Apakah kalau PPAB quota, itu berarti tanda angkatan yang solid? Tidak ada yang bisa menjamin. Apakah kalau jiwa militan timbul, MTI akan tambah solid? TIdak ada jaminan juga. Karakter militant pada anggota himpunan dahulu diperlukan karena kita punya musuh yang juga militan: Orde Baru. Setelah orde baru tumbang, situasi berubah dengan cepat. Begitu juga lingkungan luar MTI. Ketika MTI tetap berjalan di tempat, militansi itu pun tidaklah lagi terlalu berguna. Sisa dari militansi hanyalah pola pikir hitam putih dari para anggota baru dan mematikan kemampuan tiap anggota untuk memiliki rasa toleransi dan menghormati ketika ada perbedaan prioritas.

Keanggotaan MTI adalah HAK semua mahasiswa yang diterima di Program Studi Teknik Industri.

Konsep Non-HIM sudah tidak sesuai dengan zamannya. Non-HIM adalah solusi yang salah untuk suatu masalah. Ketika ada seseorang yang tidak sepakat dengan suatu pola pikir organisasi, daripada mencoba berdiskusi dan berdamai, orang ini dibuang saja. Bukankah lebih baik bila orang itu mundur saja bila memang sudah tidak ada jalan? Memang dia juga akan berstatus non-HIM. Tapi dengan konsep ini, artinya dia pernah menjadi anggota MTI. Artinya lagi, ketika dia memilih mundur, maka alasannya tentu akan lebih jelas dan clear. Jadi Non-HIM tidak lagi melekat pada “orang yang ga mau ikut kaderiasai”, atau “orang yang MT” tapi lebih karena suatu diskusi panjang yang ternyata memang tidak berjalan keluar. Lebih intelektual bukan daripada sekedar omongan di belakang para nonhim bahwa kaderisasi hanyalah bentuk penindasan kemanusiaan. Xp

Saya kenal seorang Non-Him. Secara karakgter saya lebih menghormati dia, karena dia lebih disiplin, tepat waktu dan tegas. Waktu itu dia memilih nonhim karena dia punya prioritas lain. Saya rasa pilihan dia tidak salah. Karakter dibentuk di PPAB tidak memberikan perbedaan signifikan antara kami dan dia.

Beh,, banyak aja,,,,

Oleh karena itu kawan,,, saya mengusulkan untuk mahasiwa TI angkatan 2007 dan seterusnya semua diterima menjadi anggota MTI. Karena jurusan Teknik Industri bukanlah pilihan dari tiap orang, tapi “takdir”. Nah, keluarga kan juga takdir, ga bisa milih. Jadi kita juga ga bisa milih keluarga jurusan kita selain dari keluarga mahasiswa jurusan kita kan :D Oiya, menurut saya juga merupakan pengamalan sila ke 5 Pancasila lo. Inget ga isinya apa???

“Keadilan SOSIAL bagi seluruh rakyat Indonesia”

Untuk sistem di MTI sendiri.

Kita harus dengan rendah hati mau merombak MTI dari awal. MTI sudah butuh adaptasi internal. Di MTI sekarang, yang berantem adalah orang-orang yang baik, yang ingin MTI Menjadi lebih baik. Lalu kenapa kita berantem? Sistem membuat kita berantem. Sistem yang mana? Salah satunya sih, yang paling kentara ya sistem AM/AB.

Nih… Noviana – Ketua Pemilu Senator pas Ubay. Kenapa dia anggota muda? Atau Ujan, yang Koordinator Lapangan PPAB 2006. Atau beberapa teman lain yang ga pernah memimpin tapi selalu ad bila dibutuhkan (Babeh, Ngkong, Dwi, Sindy, Jamal, Stevi06.dll)Kenapa dia anggota muda? Kurang berkontribusi? Apa definisi kontribusi sekarang? Datang ke acara hura2? Jadi panitia acara hura2? Merasa sudah populer? Saya sama sekali ga sepakat kalau alasannya adalah karena kontribusi.

Emang sih mereka yang mau jadi anggota muda. Tapi kenapa?? Karena tawaran yang diberikan adalah –kalo jadi anggota biasa bisa jadi BP dan punya hak pilih.. Oh man,,, Mereka bukan tipe orang yang gila kekuasaan. Dan sepertinya argumen untuk menjadi Anggota Biasa yang diberikan ketika wawancara transformasi AM/AB (sama sekali)kurang cerdas untuk membuat mereka memilih anggota biasa. Dan membiarkan orang berpotensi macam mereka tetap memilih untuk menjadi anggota muda sama sekali bukan bentuk penghargaan atas apa yang telah mereka lakukan.

Kembali ke sejarah, katanya dulu MTI mengalami masa kritis di mana RA yang datang cuma 3 orang (ini konon katanya, kalau tidak tepat mohon klarifikasinya CMIIW). Untuk mengatasi masalah ini, harusnya dicari dulu kan root cause-nya. Tapi entah siapa, seseorang (atau mungkin beberapa??) yang menurut saya agak “kurang” dalam proses berpikir, menemukan solusi yang dia/mereka anggap “brilian” yaitu konsep AM AB. Pembedanya cuma: datang RA atau tidak, Hak menjabat di struktural MTI, dan hak suara. Alasannya sih biar yang tidak berprioritas di MTI bisa bebas tugas datang RA dan RA lebih mudah kuota. Hello…?? Rapat Anggota adalah kedudukan tertinggi di MTI menurut AD/ART MTI. Nah, kalo RA hanya mewakili segelintir orang saja yang tunduk pada sistem yang kurang tepat (kalau tidak mau dibilang sistem tersebut salah) di mana kekuatannya? Di mana kedaulatanya?? RA adalah non-sense belaka karena memberikan diskriminasi pada anggota muda! RA tidak berdaulat. MTI cacat secara organisasi..

Ini sih namanya mengobati sakit gigi pake obat sakit kepala karena memang sakit gigi bisa bikin sakit kepala. Tapi kan sakit giginya tetep ada. Saya rasa, masalah MTI adalah masalah sistem. Seperti saya bilang, zaman telah berubah sejak reformasi 10 tahun lalu di Indonesia, tapi sistem di MTI kayaknya tidak banyak berubah sejak 10 tahun lalu. Salah satu efek nya, orang-orang jadi malas karena mereka sudah tidak tahu untuk apa berhimpun ( secara di himpunan dibentuk jadi “tentara”, tapi uda ga punya musuh lagi,, :p-hanya kiasan-). Masalahnya adalah sistem, tapi diselesaikan dengan memungkin RA tetap jalan lewat AM-AB. Masalah dasar tidak disentuh.. Begini deh akibatnya sekarang..ckckckkck

Nah… itulah salah satu contoh bahwa sistem yang dimiliki dan tetap dipertahankan MTI sudah tidak tepat guna. MTI benar-benar perlu ditinjau ulang, baik sistemnya maupun pola pikir semua anggotanya. DI sini semua kita bersalah. Kita masing-masing kerap merasa paling benar dan tahu apa yang benar. Ktia jarang mau duduk bersama dan berdiskusi secara sehat. Kita enggan untuk membicarakan perubahan mengenai MTI satu sama lain di waktu senggang. Yang sudah sakit hati (seperti penulis) malas membahas karna sudah merasa tidak akan didengar. Kalaupun sudah membicarakan, saya khawatir pembicaraan tersebut menguap begitu saja tanpa adanya follow-up berkelanjutan. Yang sudah sakit hati (seperti penulis) malas membahas karena sudah merasa tidak akan didengar.

Saya memilih menulis… Bila banyak yang tidak sepakat dan merasa saya sok tahu, itu bagus. Ketidak setujuan akan melahirkan diskusi. Diskusi melahirkan “kebersamaan”, pelajaran untuk mendengarkan dan saling menghargai dan yang paling penting SOLUSI untuk membuat MTI kita bersama ini menjadi organisasi yang lebih baik.

Diskusi sudah dimulai.. Tinggal sekarang, siapa yang mau membuka lebih lebar wacana untuk merombak MTI secar besar2an berdasarkan ilmu PO yang diajrkan di TI terutama oleh Bapak S.B Hari Lubis hohohohoho….

Hormat Saya,

Gitaditya Witono

134 05 113

Anggota Muda MTI….(karena sistem yang aneh…panjang ceritanya, masak mao klean baca?? Ntar jadi 6 halaman…:p)

Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...