Rabu, 03 September 2014

Catatan Perjalanan Sumba : Hari Pertama yang Penuh Kejutan


Yak akhirnya setelah mengumpulkan niat dan kemauan, hahaha, ini dia cerita perjalanan ke Pulau Sumba akhir Mei lalu :D



Pulau Sumba terletak di selatan Pulau Flores, masuk di dalam provinsi Nusa Tenggara Timur. Nusa berasal dari bahasa San Sekerta artinya pulau. Jadi Nusa Tenggara Timur secara harafiah artinya adalah pulau yang terletak di bagian Tenggara Timur. Ada tiga pulau besar yang termasuk dalam provinsi NTT, yaitu pulau Flores, pulau Sumba dan pulau Timor bagian Barat, karena bagian timurnya sudah jadi negara Timor Leste.

Keputusan untuk berlibur ke Pulau Sumba muncul ketika bulan November 2012, saya bersama Inu, Sapri, Bita berlibur ke Flores dan mendapat cerita tentang keindahan pulau Sumba. Sekitar pertengahan 2013 tiket PP Jakarta Denpasar dibeli dengan harga promo (thanks Inu si jago hunting tiket murah), namun baru sekitar bulan April kita mempersiapkan trip ini, termasuk membeli tiket berangkat Denpasar Tambolaka dan pulang vira Waingapu. Sumba memliki dua bandara, satu di bagian timur, satu di bagian barat. Kita akan menjelajah pulau Sumba dari barat ke timur.

Awalnya kita berniat memakai jasa @backpackseru dengan budget per orang sekitar IDR 3.5 mio. Namun karena Sapri tiba-tiba mundur dari trip  karena kesibukan kerjanya (hiks hiks why Sapri why), maka harga naik menjadi 4 jutaan. H- 2 minggu setelah browsing sana browsing sini, akhirnya kita memutuskan untuk mengatur trip kita sendiri dengan berbekal itinerary yang ditawarkan @backpackseru. Jatohnya lebih murah, per orang jadi sekitar IDR 2.6 mio untuk penginapan dan sewa mobil. Ditambah biaya makan dan tips ke guide, ya seorang kenanya 3 jutaanlah.

Lama perjalanan kita kali ini adalah 5 hari 4 malam. Harusnya sih 6 hari 5 malam, tapi Inu ga dapet cuti ( why Inu why..), akhirnya saya dan Bita menghabiskan sisa satu malamnya lagi di Denpasar. Dan karena pesawat baliknya adalah rute Denpasar - Bandung, satu malam lagi dihabiskan di Bandung. Total liburannya jadi 7 hari 6 malam .Hihihi.

Hari Pertama : Newa Sumba Resort, Bondo Kapumbu dan Pantai Mananga Aba

Hari pertama resmi dimulai ketika akhirnya kita mendarat di bandar udara Tambolaka. Bandara sederhana di bagian Timur Sumba.
selfie sekaligus ngetes tongsis

Bandara Tambolaka, Photo by Inu
Kami akan menginap selama 2 malam di Newa Sumba Resort dan resort ini menyediakan jasa penjemputan di Bandara. Untuk transportasi selama 3 hari di sekitar Tambolaka, kita menyewa mobil dan untuk pemesanannya dapat dibantu oleh pihak Newa Sumba Resort ini. Harga kamar per malam termasuk extrabed sekitar 800-900an, sedangkan ongkos sewa mobilnya 500an per hari.

Dan ternyata, Sumba ini jauh lebih terpencil dibandingkan Maumere apalagi Labuan Bajo. Sinyal langsung timbul tenggelam begitu meninggalkan area bandara, dan perjalanan ke resortnya itu lumayan jauh dari bandara. Jalan yang sepi, kiri kanan hutan kering, kalau malam tidak ada lampu, hahaha. Resortnya sendiri terletak di pinggir pantai.


Kita sampai di resort tepat saat jam makan siang. Setelah selesai unpacking, kita makan siang di resort sembari menunggu mobil sewaan datang. Kita sudah memiliki rencana untuk melihat beberapa tempat, tapi setelah berdiskusi lagi dengan karyawan resort, dia menyarankan beberapa tempat yang tidak ada di itinerary kita yang menurutnya lebih menarik untuk dikunjungi.

Oiya menu makan siangnya cukup unik. Ikan bakar yang enak dan sayuran yang namanya saya lupa, tapi rasanya enak dan segar. Makan di hotel ini ga semahal yang saya kira, per orang jatohnya 40ribuan. Okelah, kita semua bisa makan puas sampe kekenyangan.

Sayur enak yang lupa apa namanya, Photo by Bita

Perut kenyang, mobil sewaan datang. Tujuan pertama hari itu adalah kampung adat Bondo Kapumbu. Tadinya ini tidak ada di dalam itinerary kami, namun pemilik resort menyarankan kami pergi ke sini. Supir mobil sewaan kami rupanya bukan asli orang Sumba, melainkan orang Flores, sehingga dia kurang familiar dengan jalan di sekitar Tambolaka. Setelah perjalanan sekitar satu jam dan nyasar beberapa kali, akhirnya sampai juga di Bondo Kapumbu.Yeay!

Bondo Kapumbu. Photo by Inu

Kampung adat Bondo Kapumbu ini masih asri dan belum terlalu komersil. Ketika mobil kita berhenti di pinggir jalan, sekelompok lelaki dengan parang di pinggang dan muka seram mendekati mobil kami. Serius itu serem banget karena tampangnya galak, Inu aja yang brewokan takut, apalagi saya dan Bita. Tapi setelah dijelaskan kalau kami ingin berkunjung melihat kampung adat ini, barulah mereka menjadi lebih ramah. Fiuh. Hahaha.

Kami disambut oleh salah seorang penduduk yang bernama Pak Alex. Beliau mempersilakan kami duduk di semacam serambi rumah adatnya dan menyajikan sirih-pinang. Adalah suatu kebiasaan di Sumba untuk menyajikan sirih-pinang untuk tamu yang datang ke rumah. Mungkin semacam teh manis kalo budaya Jawa.
Saat ditawarkan untuk mencoba si sirih pinang ini, saya tertantang untuk mencoba. Hahaha.

Sirih Pinang. Photo by Inu.


Awalnya sih baik-baik aja. Beberapa orang berkomentar "Wah hebat ya tidak pusing. Biasa orang kalau makan ini pusing kepalanya." Saya ketawa aja, kenapa pula jadi pusing, sayuran doang. 10 menit kemudian saya berkunang-kunang, mual dan keringat dingin. Ini mah kayak minum shot tequila 3 gelas berturut-turut. Hahaha. Saya kemudian langsung diberi gula pasir. Iya, saya disuruh mengunyah gula pasir. Tak lama kemudian, saya sober dan kembali normal. Hahaha. Sampai sekarang masih menjadi misteri, bagaimana gula pasir bisa mengobati mual dan kepala berkunang-kunang.

Sama halnya dengan desa adat Bena di Flores, kampung adat Bondo Kapumbu juga memiliki kuburan leluhur di halaman rumahnya. Hanya saja bentuknya berupa kotak-kotak yang terbuat dari batu dengan tutupnya berupa lempengan batu datar menyerupai meja. Di sana makam-makam ini tidak terlalu dianggap keramat. Malah dijadikan tempat duduk-duduk loh. Lalu di sana juga banyak anjing berkeliaran. Dan juga kuda!

Kakek duduk-duduk di atas kubur 
Pak Alex banyak bercerita mengenai sejarah dan kebudayaan suku di Sumba. Pertama-tama, dia bercerita bahwa kebanyakan kampung adat di Sumba berada di atas perbukitan. Hal itu untuk mempermudah berperang melawan musuh. Kok bisa? Iya, jadi katanya dari atas mereka bisa melihat dari mana musuh datang dan untuk melumpuhkannya tinggal dilempar batu deh dari atas. Hihihi. Pada waktu masa peperangan dengan Belanda, banyak kampung adat yang pindah ke atas bukit untuk bisa bertahan, karena pada masa itu Belanda sudah menggunakan senjata api. Kalah juga ternyata kalo dilemparin batu dari atas :p

Dan lagi-lagi hampir sama seperti di Toraja atau Flores, lambang kemuliaan suku ini adalah tanduk kerbau dan juga gigi babi. Tanduk kerbau ini dipajang di beranda rumah. Rumah adatnya memiliki atap yang terbuat dari alang-alang.

Kami berkesempatan untuk diajak melihat ke dalam rumah adat. Bentuknya kotak dengan layout cukup sederhana : kamar, dapur dan tempat untuk berkumpul / makan baik keluarga. Lalu ada juga satu ruangan kecil yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka. Pak Alex adalah seorang guru, di dalam rumahnya terdapat meja belajar. Oiya, listrik adalah barang langka di sini, sebagian besar penerangan di dalam rumah ini menggunakan lampu templok.

Sebgain perabot  seperti meja dan lemari, terbuat dari bambu.
Pak Alex juga bercerita tentang agama asli orang Sumba, yaitu Marapu. Agama ini mempercayai satu Tuhan dan membaca masa depan melalui tanda-tanda di hati ayam atau hati babi. Ajaib sekali.

Puas melihat-lihat isi rumah adat, kita lalu berfoto-foto dan bercengkerama dengan penduduk setempat. Inu diberi kesempatan untuk berfoto menggunakan kain Sumba dan parang. Ternyata di sini, sangat lazim bila laki-laki membawa parang karena itu adalah simbol kejantanan. Layaknya perempuan memakai anting, pria Sumba itu ke mana-mana membawa parang. Bawa parang, muka galak. Jantan sih emang, tapi yaaaa kalo ga paham ya serem Pak, beneran.

Siapa yang ga takut ngeliat ini :3

Brewok tambah seram
Setelah puas berfoto-foto dan bertukar alamat dan nomor telpon dengan Pak Alex, kita pamit pulang. Ada janji mengirim foto di bawah ini ke mereka. Belum terkirim juga sampai sekarang. Minggu ini deh, janji saya pada diri sendiri.

Bersama warga Kampung Adat Bondo Kapumbu :)
Kunjungan yang menyenangkan, mungkin karena belum resmi jadi desa wisata, tidak ada paksaan untuk membeli ini itu sebagai suvenir yang kerap terjadi kalau kita mengunjungi kampung adat. Berkunjung ke sini seperti berkunjung ke rumah tetangga, semua orang memberikan sambutan yang hangat dan kita diperlakukan layaknya teman sendiri.

Nah, satu minggu setelah kunjungan ini, kampung adat Bondo Kapumbu diresmikan menjadi Kampung Wisata loh. Semoga suasananya tetap hangat dan menyenangkan ya.

Untuk menutup hari pertama yang seru ini, kita pergi ke pantai Mananga Aba, atau lebih sering disebut sebagai pantai Kita. Pantai ini lagi lagi adalah surga dunia yang tersembunyi. Beberapa nelayan tampak pulang melaut kita sampai. Tidak ada pohon kelapa seperti pantai pada umumnya, yang ada adalah pohon khas daerah tropis, pohon berkambium dengan cabang dan daun. Pasirnya juga lembut dan ombaknya besar. Sungguh ideal untuk sesi foto kalender. Hahaha.





Pantai ini tidak tepat menghadap ke barat dan sore it langit sedikit berawan, namun pantai ini benar-benar menghadap ke laut lepas. Benar-benar seperti berada entah di mana. Lost in time.

Hari semakin gelap, kita bergerak pulang ke Tambolaka. Resort tidak menyediakan makan malam, jadi kita mencari tempat makan di kota. Kita dibawa ke warung GG. Ini adalah tempat baru yang menyediakan makanan barat dan punya wifi! Langsung kita bertiga ngepath pamer foto di socmed masing-masing. Hahaha.

Oiya secara tidak sengaja kita bertemu dengan Markus. Markus ini adalah mahasiswa binaan komunitas kuliah ayah saya yang berdomisili di Sumba. Sesungguhnya dia kuliah di Kupang, tapi sekarang sedang pulang ke rumahnya di Tambolaka. Dia biasa menjadi guide. Nah berhubung sinyal di Tambolaka susah, saya tidak kunjung bisa menghubungi dia. Tapi malam itu ternyata kita dipertemukan tidak sengaja, hahaha, jadilah Markus berjanji akan menjadi guide untuk kita besok.

Yeay! Selesai sudah cerita hari pertama. Ga sabar untuk cerita hari kedua, karena dua spot paling bagus di Sumba menurut saya akan dikunjungi di hari kedua :) Sabat menanti yes. Hehehe

2 komentar:

genoveva's mengatakan...

Mbaaa Tyaa! seneng banget baca blog nya Mba Tya. Jadi pengen jalan-jalan ke sana juga. hehe. I am waiting for another journey, another stories :)

Unknown mengatakan...

kunjungan perdana, salam kenal mba! Seruu banget cerita perjalanannya yah!Saya juga lagi planning trip ke Pulau Sumba, hihi

Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...