Selasa, 27 Oktober 2015

Dan Pilihan Jatuh ke Kusumo Inten :)

Perasaan kemarin masih 14 bulan lagi menuju tanggal pernikahan. Lalu tiba-tiba sudah tujuh bulan berlalu.

Minggu lalu pulang ke Jakarta untuk ganti laptop kantor dan finalisasi beberapa vendor untuk nikahan bulan Mei nanti. Belum semua sih, masih banyak yang gantung, tapi yang besar-besar udah fix. Kalau dipikir-pikir lagi, punya waktu lebih dari 1 tahun untuk menyiapkan pernikahan itu ada sisi minusnya juga. Kebanyakan mikir malah bikin jadi galau dan susah milih, apalagi untuk orang ga punya pendirian macam saya. hahaha.

Anyway, malam ini saya cuma mau sharing cerita soal milih vendor sanggar rias. Berhubung rencana mau pakai adat Jawa full, maka saya langsung browsing sanggar rias adat jawa yang banyak direkomendasikan di internet.

Sebenernanya salah satu kerabat keluarga papa itu adalah perias pengantin dan punya sanggar di Malang. Hampir semua saudara perempuan dari pihak ayah yang sudah menikah, mereka dirias oleh bude saya ini. Tapi, karena itu jauh di Malang, saya pikir lebih baik pakai sanggar yang di Jakarta saja. Toh nanti ada resepsi di Tulungagung, nanti baru deh pake bude saya ini.

Balik ke topik awal. Ada beberapa sanggar yang saya hubungi :

Tien Santoso
>> sempat main ke sanggarnya di jalan Guntur dan ngobrol-ngobrol sama menantunya alm ibu Tien Santoso, Mba Tere, yang sekarang mengelola sanggar ini. Mba Tere ini baik dan sabar menjelaskan seluruh rangkaian acara, tapi entah mengapa sayanya kurang klop dengan hasil riasannya di IG, jadi coret. Paket adat full start di 45 juta.

Ambar
>> dulu mba Ambar ini yang merias sahabat saya, 2 tahun sebelum dia merias Gigi - Raffi. Well, harganya jadinya lebih mahal tentunya dibanding dulu. Daaaan setelah liat-liat IG nya, saya juga kurang sreg dengan hasilnya. Mba Ambar ini sistemnya per berapa kali rias. Kemarin sih sekali merias start di 8 juta. Kalau mau full adat lengkap dengan ini itunya, harganya juga jatuh di kisaran tigapuluhan gemuk menuju ke 40. Setelah bolak balik ngeliatin IG nya mba Ambar, akhirnya saya memutuskan untuk memilih mba Ambar bila saya tidak kunjung menemukan yang cocok dengan yang saya mau. Yang bikin ragu-ragu sih selain karena faktor harga, juga karena kebanyakan hasil riasannya itu kolaborasi dengan MUA, jadi kesannya lebih modern, yang entah kenapa saya kurang sreg.

Mamie Hardo
>> nama mamie Hardo ini lumayan populer di kalangan atas. Kalau saya kepo IG nya sih, rata2 yang memakai jasa Mamie Hardo ini emang cantik cantik dan sepertinya sih dari kalangan atas karena banyak yang make vera kebaya. Hahaha. Tidak jauh beda dengan Tien Santoso, harganya start di 45an. Kalo saya lihat di IGnya, efek manglinginya kurang dapet. Mungkin karena yang dirias udah cakep cakep semua kali ya. Jadi saya merasa ini bukan kelas saya gitu. Ibarat biasa naik kopaja disuruh naik ferrari : kagok.


Kusumo Inten
>> kalo ngesearch "sanggar rias jawa" di google, salah satu website yang sering muncul adalah websitenya Kusumo Inten. Kalo liat dari websitenya sih kayaknya update banget dan profesional. Jadi saya memutuskan untuk cek harga sebagai perbandingan. Overall sih lebih murah. Total masih di kepala 3 kurus. Namun kalau lihat foto2 di websitenya, saya aga gimana gitu, kesannya kok terlalu modern dan kurang membumi. Tapi kalau dilihat dari paket2 yang ditawarkan, harga lumayan kompetitif, plus review dari beberapa blog cukup bagus. Saya taruh Kusumo Inten di daftar pertimbangan dulu.

Harlina
>> Sanggar Harlina juga termasuk sanggar yang banyak direkomendasikan. Dua teman saya menikah menggunakan jasa sanggar Harlina, dan dua duanya memberikan rekomendasi positif. Saya akhirnya memutuskan untuk mendatangi langsung sanggar Harlina ini, bareng bersama mas Koko. Lokasi sanggarnya di daerah jatibening, jalannya kecil dan parkirnya agak susah. Kami kebetulan bisa ketemu  langsung dengan Ibu nya. Kesan pertama : galak. Hehehe. Setelah ngobrol-ngobrol, Ibunya bilang kalau klop saya harus balik lagi dengan orang tua saya. Overall, ini adalah harga penawaran paling murah yang saya dapat. total hanya kepala 2. Namun pas pulang saya bilang ke mas Koko, kok rasanya saya ga sreg ya sama ibunya. Jadi akhirnya kami memutuskan mencoret Sanggar Harlina sebagai alternatif.


Rini Mekar dan Chandra Rini
>> Dua sanggar ini saya tahu dari instagram, saya iseng-iseng ingin tau juga harganya. Kalau Rini Mekar, ini karena saya suka ngeliat ibu Rininya. Tapi setelah saya pelajari lebih lanjut,  sanggarnya ini relatif masih baru dan ssama seperti mba Ambar, ibu Rini ini kerap berkolaborasi dengan MUA.
Kalau Chandra Rini, karena saya lihat di instagram hasilnya lumayan ok, tapi pas cek di websitenya lebih banyak buat 7 bulanan. Dua-duanya range harganya sama, sekitar 20jutaan untuk full adat.
Saya sempat berpikir untuk menjadikan Rini Mekar sebagai salah satu pilihan, tapi ketika anaknya bu Rini menikah dan dirias oleh MUA.. saja jadi agak ragu. Bukannya anti sama MUA sih, tapi saya ingin dapet aura tradisional full termasuk dalam hal riasan.


Lalu.. Siapa yang saya pilih?

Dengan banyaknya referensi di tangan saya, saya sempat bingung. Tapi saya punya kepercayaan bahwa saya pasti tau apa yang harus saya pilih lewat tanda-tanda di sekitar saya.

Akhirnya tanda itu datang ketika suatu hari di bulan Maret, saya dan mas Koko berencana untuk survey gedung Sasana Kriya di Taman Mini. Dengan style kaos, celana pendek sendal jepit, kami berdua penuh percaya diri berangkat. Waktu masuk, jeng jeng, ternyata sedang ada pameran wedding. Hahaha. Akhirnya kami berdua masuk, kita sempat food testing di stand Gandrung yang enak banget banget, dan lalu melewati stand Kusumo Inten. Di situ saya ketemu dengan mba Riana yang cukup persuasif dan menjelaskan detail budget dan service yang ditawarkan.

Dan saya pikir ini petunjuknya. Akhirnya saya kepo lah Kusumo Inten ini lebih dalam. Begitu liat IG nya, jeng jeng... saya terkesima. Foto-fotonya bener-bener manglingi, yang biasa aja bisa jadi cantik banget. Saya langsung klop dan memutuskan untuk survey langsung ke sanggarnya.

Minggu berikutnya, saya dan mama saya survey ke lokasi sanggarnya di daerah Kalimalang. Tempatnya berupa rumah besar dan saya merasa cukup yakin sanggar ini cukup berpengalaman di bidangnya. Barang-barangnya cukup lengkap dan mba Riana cukup baik menjelaskan detail dan sharing cerita dari klien klien sebelumnya.

Sepulang dari sanggar, saya tanya mama dulu bagaimana pendapatnya. Mama sih merasa cocok. Okelah saya juga merasa cocok, dan tadaaaaa pilihan saya jatuh ke Kusumo Inten :)

Meeting terakhir dengan Mba Inten, anaknyanya pemilik sanggar, karena saya memutuskan sewa perdana untuk beludru hitam, jadi harus diukur dulu dan mba Intennya yang lansung mengukur. Saya makin merasa mantap karena mba Intennya baik ramah dan sabar ngejelasin ini itu hehehe.

Demikianlah cerita saya soal memilih sanggar rias. Kalau misal ada cpp yang ingin tahu price list dari sanggar-sanggar yang sudah saya datangi, bisa email ke saya ya. Nanti saya share :)

[ ]
 

Rabu, 21 Oktober 2015

Kembali Menulis Tentang Apa Saja Yang Penting Menulis.

Sepuluh hari lagi genap 5 bulan saya tinggal di Bangkok. Ada banyak hal yang sedikit bergeser. Karena terbiasa hidup dengan berbagai macam kegiatan, lingkar pergaulan dan keluarga yang saya temu sehari-hari, ketika tiba-tiba saya harus jadi "anak kos" di negeri orang, rasanya sepi. Saya sih merasanya diri saya 5 bulan yang lalu sedikit tidak sama dengan saya yang sekarang.

Dulu biasanya setiap habis pulang kantor, ada yang saya kerjakan. Ketemu temen, latihan paduan suara, lari, nge-gym, ke sini, ke situ. Sekarang, setiap pulang kantor bawaannya pingin cepet pulang dan tidur karena lelah. Di jakarta saya rata-rata bekerja 8-10 jam sehari. Nyampe kantor jam 9 atau 10 pagi, pulang jam 6 atau jam 7. Sekarang? 10 - 12 jam. Kadang-kadang malah 14 jam. Paling malam pulang dari kantor jam 11.30 malam.

Bagus sih, kayaknya baru pertama kali ini saya bangun pagi dan merasa lelah sendiri, pulang kantor merasa lelah sendiri. Mau ngomel-ngomel atau komplain, ga ada temen bitching, hahaha. Mau nongkrong atau ngegosip sepulang kerja, ga sempet dan belum nemu temen yang pas buat ngobrol ini itu juga. Soal kerjaannya sih OK, maksudnya dengan segala kesulitan dan tantangannya, saya belajar banyak. Tapi kalo soal kehidupan di luar pekerjaan, so-so lah. Ga yang sangat sangat membahagiakan juga. 

Saya juga sempat sedikit mempertanyakan motivasi kerja saya ketika ada saat-saat saya merasa lelah. Kalau ga punya motivasi kuat dan ga tahu apa yang saya kejar, kerja kayak gini capek banget. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin karena 5 tahun pertama pekerjaan saya, beban kerjanya emang di bawah standard. Saya pikir, teman-teman seangkatan saya sebagian besar sudah merasakan beban kerja seperti ini dari awal karirnya. Jadi saya pikir, ini mental kerja saya saja yang mungkin rada cemen kali ya. Hahaha.

Hari ini, saya bisa pulang cepat. Jam 7 malam. Saya memutuskan untuk kembali menulis lagi. Ada tiga alasanya. 
1. Sebagai sarana untuk kembali curhat-curhat dan cerita-cerita lagi. Saya harus lebih banyak bersyukur dan menari hikmah dari setiap kejadian yang saya alami setiap hari. Hehehe. Dengan menulis, segala kerunyaman pikiran mungkin bisa sedikit terurai dalam bentuk aksara.
2. Sebenarnya terlebih-lebih karena tuanangan saya, Koko, bilang bahwa menulis itu talenta saya. Saya selalu merasa tulisan saya ini gitu-gitu aja. Kaku, membosankan, mencoba sok sok menarik tapi ya gitu-gitu aja. Namun point nomor 3 membuat saya berpikir ulang.
3. Hari ini ketika saya membuka blog, ada satu komen masuk, mengomentari tulisan saya yang ga penting-penting amat. Oh. Ternyata ada yang baca juga dan mau ngasih komen. Kalau ada yang mau kasih komen kan berarti tergugah ya.

Jadi ya itulah kesimpulannya, saya akan mencoba kembali menulis. Apa saja deh pokoknya yang penting menulis. Hehehe.

Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...