Saya selalu membayang kehidupan di bumi ini 10, 20 tahun lagi tidak jauh berbeda dengan film Children of Men, atau The Day When The Eart Stood Still, atau Babylonia. Situasi di mana semuanya chaos, kacau, berantakan.
Saya selalu merasa tertekan melihat ketimpangan sosial di sekitar saya. Tapi rasa tertekan saya terlebih disebabkan oleh ketidakmampuan saya menemukan solusi tepat apa yang bisa saya lakukan.
Bagaimana mencegah pembengkakan pertambahan penduduk? Bagaimana mengendalikan tindak kriminal dan anarki? Bagaimana menyikapi orang-orang miskin, pengemis, preman, pelacur, mahasiswa bodoh? Bagaimana menyikapi pemanasan global? Bagaiman amenyikapi pendidikan?
Saya akan lulus juli ini. Lalu apa yang harus saya cari kemudian? Namun sebelum melangkah lebih jauh ke situ, apakah saya sudah mendapatkan semua jawaban hidup saya ketika saya keluar dari kampus ini?
Saya sering mendapatkan beribu-ribu diskusi dan seminar yang mendorong mahasiswa menjadi agen of change. Berpikir, perbaikan, kritik, apapun itulah. Mahasiswa ITB itu dulu kritis, kenapa sekarang melempem? Dulu saya masih rela capek2 diskusi sampai malam, tapi sekarang, diskusi saja malas. Kenapa? Karena saya sudah ga percaya lagi dengan jalan itu. Dan dengan berkurangnya rasa kepercayaan dan rasa nyaman saya, lingkungan lama saya pun juga meninggalkan saya.
Semester ini, saya banyak menghabiskan waktu dengan teman sejurusan dan dosen-dosennya. Dosen itu pilar penting untuk mebentuk karakter mahasiswa loh.. Hal simpel mulai dari menghargai waktu, sampai menghargai kejujuran. Dan juga perspektif lain tentang kegiatan kemahasiswaan. Saya juga mulai dekat dengan teman-teman saya yang lain. Yang punya ritem hidup yang lain. Memberi saya suatu perspektif baru tentang kehidupan sih..
Setiap manusia punya sistem nilai hidupnya masing-masing... Tiap daerah punya sistem khasnya sendiri!!! Itu dia! Nilai yang dipegang kebanyakan orang Jawa dan sebagian orang Sumatera beda!!
Gimana kalau sebenarnya yang menyebabkan kehancuran bangsa ini adalah karena Indonesia itu terlalu besar!!!!!!
gimana kalau Indonesia jadi negara bagian aja??? bukan provinsi bukan NKRI, tapi negara bagian???
hahaha,, simplifikasi yang berlebihan... tapi ya siapa tahu karena itu.. kan luamyan banyak pengehematan tuh kalo jadi negara bagian. DPR jadi ga ada, ongkos transportasi buat kunjungan daerah blabla ga ada. Antar negara jadi bersaing. Bukannya kontrolnya jadi lebih oke ya...???
Kita jadi kayak gini konon katanya karena kita itu MARUK. haus kekuasaan... hahaha... ya iyalah... Gajah Mada aja maruk, nyatuin Indonesia pake Sumpah Palapa.. kenapa sih dia ga puas ama Pulau Jawa aja??
Bermain di sistem yang salah?
hmmm
Jumat, 09 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tiga Puluh Tujuh
Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...
-
Nulis blog dengan judul ini agak kontradiktif ya. Kan yang udah kejadian di Bali harusnya tetap tinggal di Bali. Kalo ditulis, jadinya ga &q...
-
http://www.youtube.com/watch?v=9-q58A5zZos There's a lot of things I understand And there's a lot of things that I don't wa...
-
Perasaan kemarin masih 14 bulan lagi menuju tanggal pernikahan. Lalu tiba-tiba sudah tujuh bulan berlalu. Minggu lalu pulang ke Jakarta u...
1 komentar:
Masalah sebenarnya simpel mbak : karena kita hanya bisa mengutuk, mengeluh, frustasi dan sedih yang berlebihan. Indonesia bukan untuk direnungi terus ditangisi, tapi lakukan sesuatu yang positif yang berguna bagi orang lain. Harapan itu masih ada. Daripada mengutuki kegelapan,lebih baik ambil sebatang lilin dan nyalakan.
--nuhun--
Posting Komentar