Senin, 30 Juni 2014

Diving Trip Ke Bunaken dan jalan-jalan keliling Manado

OK, tulisan ini memang adalah tulisan yang sangat amat telat sekali karena diving trip ke Bunaken ini kejadiannya adalah bulan September 2013. Hahaha. Tapi karena Gita memiliki prinsip lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, mohon dimaafkan yes :p

Perjalanan diving ini adalah perjalanan diving pertama saya sejak saya mendapatkan lisensi diving bulan Oktober 2012. Lama aja ya, hampir setahun, hahaha. Saya bersama dengan empat kawan saya waktu kuliah : Krisjanuardi Inu, Wahyu Aji, Reza Jablay dan Dita Toil.

Gita - Dita - Krisjanuardi - Wahyu - Reza Rizky
Lama trip 4 hari 3 malam, menggunakan operator Minahasa Divers, super recommended. Harga juga bersahabat. Silakan kunjung minahasadivers.com. Menurut Aji, Minahasa Divers ini adalah salah satu pelopor kegiatan diving di Manado. Dan memang terbukti servisnya OK punya, beyond expectation.

Lokasi Taman Nasional Bunaken terhadap kota Manado
Taman Nasional Bunaken terletak sekitar 45 menit dari kota Manado. Setelah diskusi yang agak panjang, kami memutuskan untuk menginap di Hotel Sedona, yang terletak di pinggir pantai tepat menghadap ke Pulau Manadotua. Hotel ini adalah hotel berbintang 4 dan merupakan salah satu hotel tersohor pada jamannya. Hahaha. Karena komposisinya 2 cewek, dan 3 cowok, kita menggunakan 2 kamar dengan 1 extrabed. Karena kita memilih pake menginap di sini, jatuhnya lebih mahal sekitar IDR 150k per orang. Kalau mau paket murah bisa menginap di kota Manadonya, nanti akan ada servis jemputan dari diving centernya kok :)

Minahasa Diver

Minahasa Divers, terletak di depan hotel Sedona.
Total penyelaman yang kami lakukan ada 7 kali, 1 check dive di hari pertama, 3 kali dive per hari di hari kedua dan hari ketiga. Yang hari ketiga divingnya itu di Lembeh, terkenal dengan mud divingnya. Hari ke empat kami habiskan untuk berjalan-jalan mengelilingi kota Manado.

Check Dive : Sedona Reef House

Hari pertama, kita sampai di Hotel Sedona sekitar pukul 12 siang. Setelah beberes dan makan siang, sekitar jam tiga sore kita check dive dulu. Secara uda lama banget ga diving, saya aga kesusahan menyeimbangkan bouyancy. Sore itu airnya jernih sekali dan lumayan banyak ikan ikan yang baru pertama kali saya lihat. Seru! Bikin ga sabar untuk enam diving berikutnya :D

Ringkasan Check dive

Diving hari ke-2 : Fukui, Muka Kampung, Bulo

Hari kedua dimulai sekitar pukul delapan. Setelah selesai sarapan, langsung deh kita go go agogo
Spot pertama tempat kita turun namanya Fukui. Airnya jernih sehingga visibilitynya juga bagus. Banyak banget ikan ikannya. Yang paling seru adalah waktu saya ngasih makan ikan ikan dengan memberikan biskuit yang dibawa oleh dive masternya. Gigi ikan ternyata tajem juga, sempet kegigit pas ngasih makan. Hehehe.

Me, feeding the fish, taken using Gopro :D
Spot kedua adalah Muka Kampung. Namanya Muka Kampung karena spot ini terletak di depan perkampungan. Nah ini itu adalah wall diving. Jadi kita menyusuri wall dan bertemu empat penyu! Satu penyu besaaaaaaar banget, kayaknya lebih besar daripada rentangan tangan saya. Dia lagi diem gitu dengan ikan ikan berenang di atasnya. Sayang banget si vimeo masih diblokir, ada upload-an videonya Reza Rizky di situ, bisa keliatan si penyunya. Di sini juga akhirnya ngeliat lion fish dengan cukup jelas :) Maklum, mata silindris, kalo airnya ga jernih jernih amat semuanya jadi berbayang. Hahaha.

Spot yang ketiga namanya Bulo. Nah Bulo ini agak berlumpur. Banyak coralnya yang uda bleaching. Tapi di sini ketemu banyak banget nude, binatang-binatang kecil yang kerap nyaru dengan lumpur. Ada penyu juga di sini, tapi ga sebanyak di Muka Kampung.

Oh iya, di hari ini juga kami merasakan betapa bermanfaatnya dua benda  berikut: Go Pro dan TONGSIS! Hahaha.

Hidup Go Pro! Hidup Tongsis!

Highlite hari ke dua :)

Diving hari ke-3 : Lembeh - Bianca, Nude Retreat II, Makawide

Diving hari ketiga ini agak beda, karena kita menuju ke Lembeh. Ini sekitar 1 jam lagi dari Hotel Sedona. Bareng-bareng bersama kami adalah sekumpulan diver Jepang yang sudah cukup berumur, kayaknya di atas 50 semua. Luar Biasa.

Lembeh ini terkenal dengan mud divingnya. Hmmm, setelah tiga kali turun, saya baru bisa merasakan indahnya mud diving. Hahaha. Nyari nyari binatang kecil di antara lumpur lumpur. Lembeh sendiri merupakan tempat yang cukup damai. Ada satu spot, di mana pas kita lagi surface interval, saking jernihnya airnya kita berlima loncat dari atas kapal. Lagi lagi karena vimeo diblokir, ga bisa ditonton.

Yang paling berkesan di sini itu adalah kuda laut. Kuda laut itu ternyata ukurannya macem-macem. Nah yang di sini ukurannya itu cuma berapa senti gitu, kecil banget. Butuh kesabaran untuk akhirnya bisa melihat dengan baik dan benar. Di sini juga ketemu si ikan yang matanya cuma sebelah, saya lupa matanya. Dia tiduran di dasar dan nyaru di antara lumpur.

Dan Lembeh menjadi tempat terakhir diving kali ini. Seru! Walaupun banyak yang bilang Taman Nasional Bunaken sudah rusak, ga terawat, tetep saja bagus kalo menurut saya.

Ringkasan diving hari terakhir
Menutup hari di pelabuhan Lembeh
Kompilasi foto after diving selama 3 hari. Selesai!
Sebenarnya dua hari untuk diving di sini agak kurang karena kita cuma punya satu hari saja untuk di sekitaran Bunakennya. Kalau mau puas banget, kayaknya harus 4 hari deh. Saya sendiri kurang begitu menikmati mud divingnya dan lebih menikmati hari pertama. Kata dive masternya, kita ini belum ke best spot nya juga. Masih banyak tempat-tempat lain dengan ikan yang lebih bervariasi. Ga kebayang deh, yang ini aja saya sudah seneng banget. Hehehe.

Hari ke-empat, jalan-jalan ke Danau Linow, Bukit Kasih dan Danau Tondano

Hari terakhir ke Manado tentu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ada tiga objek wisata yang kami jadikan tujuan plesir hari itu : Danau Linow, Bukit Kasih dan Danau Tondano. Rencana hari ini adalah checkout, jalan jalan, lalu langsung ke bandara pulang ke Jakarta dengan pesawat paling malam.

Kami menyewa mobil dengan bantuan pihak hotel. Jarak dari satu tempat ke tempat yang lain cukup jauh, sekitar 1-2 jam lah. Di perjalanan menuju Danau Linow, sempat mampir untuk melihat Monumen Yesus Memberkati sambil makan eskrim.



Danau Linow

Danau ini sedikit surealis. Warna airnya agak  kehijauan dan berbau belerang, mengingatkan saya akan kawah putih. Tidak banyak yang bisa dilakukan di situ karena ketika kami datang, pembangunan fasilitas penunjuang pariwisatanya masih berlangsung. Malah sebenernya ada tulisan dilarang masuk, hahaha. Tapi ada sebuah warung kopi sederhana yang tetap buka. Jadi kami cuma bersantai sambil berfoto-foto dan makan pisang goreng pengganjal perut.






Bukit Kasih

Ini adalah objek wisata yang cukup menarik. Sesuai namanya, ini adalah bukit dengan pemandangan yang cukup indah. Di puncak bukit itu ada lima buah rumah ibadah, mewakili lima agama. Lalu di badan bukit itu terdapat ukiran wajah hmmm lupa namanya, tapi menurut legenda, dia inilah nenek moyang dari orang Manado.

Untuk mencapai puncak bukit itu, lumayan juga jalurnya. Menanjak dan cukup terjal. Walaupun sudah di beton, tetap saja ngos-ngosan begitu sampai ke puncak. Butuh waktu mungkin sekitar 30 menitan.  Tapi capeknya langsung terbayar begitu melihat pemandangan dari puncak bukit. Setelah itu empat kawan saya sholat, sedang saya berdoa di depan gua Maria. Damai sekali :)




Danau Tondano

Ini dia tujuan wisata terakhir. Jaraknya cukup jauh dari Bukit Kasih. Hmmm, jadi ini adalah danau yang cukup besar. Kami cuma melihat-lihat saja karena tidak ada spot tertentu juga yang bisa disinggahi. Plus kami juga kelaparan karena belum makan siang, jadi setelah foto-foto sebentar, segera deh cari tempat makan. Kami singgah di sebuah rumah makan pinggir sawah dengan pemandangan yang hijau. 

Danau Tondano

Pemandangan dari tempat makan yang lupa apa namanya

Daaaaaan akhirnya selesai sudah liburannya. Singkat, padat, tepat sasaran. 

Siapa tahu bisa membantu, ini dia rincian biaya untuk jalan-jalannya. Tapi ini tarif 2013 ya.


Nah, kita ada refund dinner karena kita memilih untuk makan malam di Manado dibandingkan di hotel. Dari hotel ke kota Manado bisa dengan menggunakan taksi. Kebetulan kakak dari Wahyu bekerja di Manado, jadi kita banyak mendapat masukan dan petunjuk harus ke mana naik apa dari kakaknya Wahyu. 

Oh iya, orang Manado itu kalo nyetir agak seram ya. Belok kiri kanan ga pake noleh spion. Plus percakapan absurd macam ini.

Wahyu : Di sini sering gempa ya Pak?
Supir : Iya, sudah biasa itu. Nanti jam 9 aja ada peringatan tsunami.
Yang lain : *hening. saling liat-liatan.*

Kuliner di Manado menyenangkan walaupun di sana ga ada makanan yang rasanya manis. Hahaha. Saya agak kurang tekun mencatat tempat makannya, tapi yang paling saya ingat tentu saja es kacang dan bubur manadonya.  Kayaknya itu makan di mana aja rasanya sama, saya benar-benar lupa tempat makannya di mana. Maaf ya.  Hehehe. Katanya sih babi di sana enak, tapi karena saya jalan-jalannya sama yang ga makan babi, ga sempat nyoba apa-apa deh. Paling ya oleh oleh sambel Roa. Hehehe.

Sekian cerita jalan-jalannya. Walaupun banyak yang bilang sudah tidak bagus lagi, bagi saya Taman Nasional Bunaken tetap menjadi tempat berkesan untuk diving, terutama untuk wall divingnya. Ayo ayo masukan ke bucket listnya :)

[ ]

Jumat, 27 Juni 2014

Pulang

Pernah ada seseorang yang bilang bahwa travelling itu adalah perjalanan untuk menemukan tempat pulang.

Untuk pertama kalinya di bulan ini tiga orang terdekat saya menunjukan keberatan akan banyaknya jalan-jalan yang saya lakukan. Ayah saya dan dua sahabat curhat.

Yang dua sahabat curhat ini semata mata karena mereka pikir dengan tingginya intensitas jalan-jalan saya dan rajin pamernya saya di socmed, itu akan membuat saya semakin susah dapet pacar. Mereka khawatir. Maklum, biasanya jadi partner jomblo, sekarang dua duanya sudah dapet pacar.

Yang ayah saya, yah begitulah. Berawal dari ajakan untuk berlibur 8 hari yang saya tawar menjadi 6 hari, kericuhan terjadi berujung pada berbagai macam kata-kata yang menyiratkan bahwa saya anak yang ga tahu diri dan sudah ga menghargai beliau sebagai orang tua karena saya asik mementingkan kepentingan saya sendiri. Mulai dari kalimat "Kamu tinggal di sini sudah kayak di hotel", "tidak ada interaksi yang berkualitas di antara kita, kalian udah ga menganggap papa", sampai "kalau mau keluar saja dari rumah ini. tinggal sendiri, kan kalian sudah mandiri, sudah bisa cari duit sendiri."

Sesungguhnya saya sungguh tidak terima. Alasan saya bukan alasan yang egois. Alasan saya adalah karena saya mendapat tugas paduan suara di hari Minggu, sehingga saya menolak untuk berangkat hari Sabtu. Teman-teman lain banyak yang tidak mau bertugas karena itu sudah mendekati libur lebaran. Intinya tidak ada yang mau tugas di hari itu dan karena waktu itu belum ada rencana liburan apa pun, saya menyediakan diri untuk bertugas.

Yang tidak saya pahami adalah kemarahan ayah saya karena alasan tadi. Bukannya saya tidak mau berlibur bersama keluarga. Saya sangat ingin. Berapa kali saya mengajukan ide, tapi ditolak karena alasan finansial. Dan saya pikir tugas pelayanan Gereja bukanlah hal yang buruk, itu pelayanan. Saya merasa alasan saya bukanlah alasan yang egois karena toh ayah saya juga yang mendorong saya untuk aktif di gereja.

Semua nilai nilai yang saya pegang lagi-lagi jatuh berantakan di hadapan ayah saya.

Hal yang paling menyakitkan bagi saya adalah kata-kata ayah saya yang menyiratkan seolah saya betul betul anak yang durhaka. Semua kejutan ulang tahun untuk ayah saya, sesi masak memasak, menemani ketika dia sakit, putus dengan orang yang sangat saya sayangi karena tidak direstui, semuanya rasanya tidak ada artinya sama sekali. Sakit rasanya. Lebih sakit dibandingkan berantem sama pacar. Saya kehabisan kata-kata. Cuma bisa menangis karena sudah tidak paham lagi.

Saya lalu bercerita kepada salah satu teman, dan dia memberikan persepsi lain, tentang quality time dengan keluarga, dan bahwa keluarga adalah yang utama. Walaupun saya merasa saya sudah memprioritaskan keluarga di atas segalanya, namun ternyata kadang tidak terasa begitu.

"I think I already prioritize my family"
"Not already Git. Always."

Sekarang sudah baikan. Ayah saya juga minta maaf dan bilang "Kamu sebentar lagi bukan punya papa." Posesif.

Entahlah. Dengan segala pengalaman ini saya gentar. Gentar untuk memulai sebuah keluarga. Takut saya menjadi sebuah tempat pulang yang posesif. Saya tidak mau menjadi istri yang posesif, ibu yang posesif. Dan dengan sifat tempramen dari ayah saya yang sungguh mengalir sederas-derasna dalam diri saya, saya tidak yakin apakah saya akan meredam itu kelak. Saya tidak ingin memiliki anak dan suami yang frustasi karena tempramen saya. Sungguh saya takut memiliki keluarga.

Pulang. Keluarga adalah tempat pulang. Dari manapun itu.

Saya pikir setelah hampir 3 tahun terus berkeliling, saatnya saya untuk berhenti sejenak dan benar-benar pulang. Menyelesaikan dan mengobati diri saya sendiri. Saya baru menyadari, awal dari kegemaran saya berpetualang adalah karena saya bisa menghindari rasa sakit dan tidak nyaman dalam keluarga saya dengan segala problematikanya itu. Sampai sekarang, lukanya ternyata masih ada dan masih terasa sakit. Saya tidak tahu bagaimana menyelesaikannya, yang saya tahu saya harus berhenti sejenak, entah sampai kapan.

Saya takut. Takut merasa tertekan dan takut tidak bahagia. Tapi takut hanya akan membuat seseorang semakin ciut. Saya tidak ingin ciut. Saya ingin berbunga dan merekah. Mencoba untuk menjadi "orang biasa". Mencoba menemukan hal-hal kecil yang membuat bahagia dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus berlarut pergi ke tempat yang jauh. Mencoba untuk benar-benar pulang.

Semoga

Selasa, 24 Juni 2014

Stranger

That moment when you don't even know yourself.
You're simply lost.
With no idea how to feel, how to care and how to love.

I'm breaking to pieces.

I do feel lost. I don't even know what is right and what is wrong anymore.
It feels like I've been pushed to hold a throne so tight and that I should enjoy the pain.

Suicide do become rational last night.

The worst heart breaking is caused by your own blood, your first love, your one and only: your dad.

And I will always be at the wrong side, no matter what. And my words, my attitude, my attention, all of that will always be wrong and never be enough. Never.

I give up. It's the worst ever. And I don't know how to get up. I never cry this much. I can't stop. And I don't know how to end this but stopping my own breathe. Or maybe just become a stranger.

I don't have any energy left to understand things. I just feel so weak and so wrong and silence is the only defense I have.

Minggu, 08 Juni 2014

Tiba-tiba Juni

Iya betul. Tiba-tiba sudah bulan Juni. Tiba-tiba setengah tahun berlalu begitu cepat.
Banyak hal yang terjadi hampir di semua aspek kehidupan. Mulai dari berat badan yang kembali normal, cerita asmara yang penuh drama, kerjaan yang semakin membuat sakit kepala.

Moral of the storynya? Banyak. Hidup selalu punya kejutan untuk kita setiap hari. Mulai dari yang rasanya menyesakkan, bikin nangis semaleman, sampai yang bikin senyum seharian.

Ada banyak yang ingin ditulis. Cerita jalan-jalan ke Solo. Cerita jalan-jalan ke Sumba. Tapi rasanya masih capek. Semoga ada kekuatan untuk konsisten menulisnya. Hehehe.


Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...