Pada akhirnya, menurut gw, semua orang akan sampai di titik ini. Titik ketika kita menyadari bahwa di dalam hidup ini ada hal-hal yang tidak bisa kita tolak.
Jerawat di jidat.
Rambut yang rontok karena kemo.
Bencana alam.
Patah hati.
Kematian.
Dan di saat itu, bersedih bukan lagi menjadi suatu pilihan. Bukannya tidak sakit. Rasanya memang sakit, tapi bersedih bukan lagi menjadi pilihan sikap. Kita akan lebih memilih mengesampingkan sakitnya, menikmati yang bisa dinikmati, dan berjalan dengan dagu terangkat.
Beberapa orang menyebut itu kedewasaan.
Beberapa bilang ketegaran.
Beberapa lagi bilang mati rasa.
Setiap manusia memiliki kepedihan dan rahasianya masing-masing. Hidup selalu selangkah lebih maju, memilihkan kita jalan dengan liku dan terjal yang sedemikian rupah. Hidup juga selalu menyisipkan jalan-jalan keluar yang semacam iguana. Tersamar dalam warna, sampai-sampai menjadi semacam tidak ada. Dan oleh karena itu, setiap manusia akan selalu punya cerita dan misterinya masing-masing.
Tapi, tidak semua mau membaginya, dan kalaupun ada yang membagikannya, tidak semua mau mendengarkannya kan?
Ya sudah itu saja..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Itu Penting, Git, Jadi Terus Menulis Ya...
Postingan pertama di 2024, waktu begulir sangat cepat tiba-tiba sudah masuk penghujung April. Ada banyak yang ingin diceritakan, tapi terla...
-
Nulis blog dengan judul ini agak kontradiktif ya. Kan yang udah kejadian di Bali harusnya tetap tinggal di Bali. Kalo ditulis, jadinya ga &q...
-
gw baru baca kompas 19 Agustus hari ini di PSIK. Pas membuka halaman OPINI, mata gw langsung tertuju ke sebuah artikel yang berjudul "E...
-
Hari ini tiba-tiba dapet pertanyaan random dari Mba Susan, " Pernah ga sih sebelum ketemu sama si mas ini mau menyerah untuk pasanga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar