Hai hai, akhirnya saya mengumpulkan niat untuk menyelesaikan catata perjalanan yang sudah berlalu satu tahun lamanya. Hahaha.
Hari Ketiga kami meninggalkan Tambolaka mengarah ke Sumba Tenagah. Hari ketiga ini kami masih ditemani oleh Markus dan si om supir. Mereka akan mengantar kami seharian sampai ke tujuan akhir : penginapan Sumba Nautil Resort, resort nomor paling ciamik di Sumba versi tripadvisor tahun 2014. Setelah itu untuk besok sampai nanti kami balik ke Denpasar, akan pakai supir dan kendaraan baru yang dicarikan oleh ownernya Suma Nautil Resort.
Kami mengawali hari dengan pergi ke SD Kristen Baliloura untuk memberikan buku-buku dan majalah yang sengaja dibawa dari Jakarta. Kenapa kami pergi ke sana? Karena salah satu guru di sana adalah juga penduduk desa adat Bondo Kapumbu. Menurut saya ada baiknya kalau jalan-jalan ke tempat baru yang memang terpencil, main ke salah satu sekolahnya. Lalu saya diajarin sama salah satu relawan Kelas Inspirasi Lombok. Katanya kalau jalan jalan, bawalah alat tulis barang 1-2 lusing atau juga majalah-majalah bekas, lalu sempatkan untuk main ke salah satu sekolah di sana. Supaya lebih berasa kalau sama-sama orang Indonesia. Supaya kita bukan cuma turis yang datang seperti tamu. Menurut saya sih itu baik dijalankan :)
|
Bersama para guru SDK BaliLoua. Sebagian guru-guru ini kayaknya seumuran saya. |
Jam 10 pagi, kamu sudah selesai main ke SD dan melanjutkan perjalanan panjang kami berikutnya : Gua Waikelo Sawang dan desa adat Tarong.
Gua Waikelo Sawah
Saya lupa-lupa ingat dengan arti nama Waikelo Sawah ini, tapi intinya nama ini memiliki makna sumber air bagi sawah-sawah di sekitarnya. Jadi gua ini adalah gua yang di dalamnya terdapat mata air. Nah dari gua ini, mengalirlah sungai yang menjadi sumber air bagi sawah-sawah. Kalau tidak ada mata air ini, sawah-sawah ini tidak akan punya sumber air.
|
Jalan setapak menuju ke gua |
|
Kondisi Dalam Gua. Agak susah mengambil foto bagian dalamnya. Oiya di dalamnya banyak kalelawarnya loh. |
|
Di mulut gua |
|
Pemandangan dari mulut gua |
Desa Adat Tarong
Destinasi berikutnya adalah Desa Adat Tarong. Desa adat ini termasuk desa adat yang lebih dahulu populer dibandingkan Bondo Kapumbu ataupun Ratenggaro. Jadinya ya komersil banget. Ketika kita sampai, kita langsung disuguhi berbagai macam barang dagangan dan orang-orang sibuk menawarkan barang.
|
Baru sampai sudah disambut jualan kain >_< |
Letak desa adat ini benar benar di atas puncak bukit. Konon katanya, ketika masih marak perang antar suku di Sumba, orang Tarong melempari batu dari puncak bukit ke musuh-musuhnya yang mendekat. Cara ini terbukti efektif karena sampai saat ini desa adat Tarong masih tegap berdiri. Hahaha.
Kami berkesempatan memasuki salah satu rumah ada dan mendapatkan beberapa penjelasan filosofi dari rumad adat Sumba. Seperti lambang taring babi dan taring kerbau yang mewakili banyaknya upacara. Lalu juga tungku memasak yang bentuknya segitiga, melambangkan organ reproduksi wanita, mengingatkan tugas istri untuk menyediakan masakan. Lalu setiap rumah juga harus memiliki tempat besar yang isinya air, karena air adalah sumber kehidupan. Harapannya supaya rumah tersebut selalu sejahtera dan mengalirkan kehidupan bagi sekitarnya. Dalem ya. Hehehe.
|
Tanduk kerbau pertanda bahwa keluarga ini pernah mengadakan upacara adat. |
|
Tungku dengan pilar segitiga. |
|
Kendi yang selalu berisi air.
|
Rumah adat di Desa Adat Tarong hampir sama dengan rumah adat di Bondo Kapumbu. Hanya saja, di sini sebenarnya ada dua desa yang berbeda. Penduduk desa di sini juga masih melakukan kegiatan sehari-hari. Rumah disusun saling berhadap-hadapan, dan di antaranya ada kuburan batu dan juga tempat untuk melakukan upacara adat. Hanya saja, kalau di sini, kuburan tidak diperlakukan istimewa. Sebagian batu kubur dipakai untuk menjemur pakaian, menaruh kayu bakar atau menaruh barang-barang lain. Ohiya, di sini babi berkeliaran dengan bebas layaknya anjing atau kucing kalau di jakarta hehehe.
|
Kubur batu yang menjadi tempat jemuran dan menyimpan kayu bakar |
|
halaman yang dipakai untuk menjemur kayu dan lihat ada babi jalan jalan! |
Di sini kamu juga berkesempatan untuk berbicara dengan salah satu tokoh agama Marapu yang merupakan warga desa sini, orang memanggilnya Mama. Marapu adalah agama asli orang Sumba. Salah satu kekhasan agama ini adalah membaca kehendak yang kuasa melalui isi perut ayam atau kambing. Kemudian agama Kristen masuk, lalu Marapu berasimilasi dengan agama Kristen. Salah satu bentuknya adalah kalau melihat kubur batu orang Sumba, bagian tengahnya itu retak. Itu melambangkan kuburan Yesus yang terbuka di hari ketiga, harapannya supaya yang meninggal bangkit seperti Yesus.
|
Mama sedang bercerita tentang Marapu |
Berbicara dengan Mama membuat saya menyadari betapa sangat berartinya kearifan lokal tiap-tiap daerah. Kata Mama, Marapu tidak punya kitab suci, semuanya dari hasil ajaran omongan ke omongan. Saya sungguh berharap, kearifan-kearifan agama Marapu bisa tetap terpelihara dari generasi ke generasi.
Siang itu langit Tarong sedang biru-birunya. Dan langit biru itu bagus untuk foto-foto. Jadilah akhirnya kita menutup kunjungan ke desa Tarong dengan foto-foto.
|
Desa Adat Tarong |
|
Ini ga tau kenapa ga mau dirotate, Ya sudahlahya. |
Waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Belajar dari pengalaman kemarin, kali ini kami sudah lengkap membawa bekal makan siang. Jadi sambil makan di mobil, kami meninggalkan Sumba Barat menuju ke Sumba Tengah.
Selesai menikmati indahnya Lapale, kami melanjutkan lagi perjalanan ke Air Terjun Lapopu. Air terjun letaknya agak jauh. Karena kurangnya pengetahuan dari supir dan guide, rute yang kami ambil itu agak muter-muter. Menurut si guide harusnya kita ke lapopu lebih awal. Jadi mungkin saran buat teman teman yang mau kesana, cek lagi di peta tujuannya gimana dan jalannya gimana biar ga muter muter.
Kami baru sampai di lokasi air terjun itu sekitar jam 4 sore dengan kondisi langit mendung. Jadi kita agak sedikit tergesa-gesa karena takut hujan.
Ait Terjun Lapopu terletak di kawasan hutan lindung. Untuk masuk, kita harus mendaftar terlebih dahulu di pos penjagaan. Setelah itu kita harus menempuh trek yang cukup seru sekitar 20-30 menit lah tergantung jalannya pake banyak foto-foto atau engga. Hehehe.
|
Air Terjun Lapopu dari kejauhan |
|
Jembatan bambu yang terbuat dari bahan alami. Hanya bisa dilewati maksimal 2 orang. |
|
Sungai yang berasal dari air terjun Lapopu |
|
Yeay akhirnya sampai! Selfie duluuuu :p |
|
The beauty of Lapopu |
|
Simply beauty |
Air terjun Lapopu ini masih sangat alami. Ga bisa berenang atau main air karena arusnya sangat kencang. Lalu tidak ada tempat duduk atau tempat untuk menunggu, yang ada cuma batu-batuan sebagai tempat duduk saja. Sejauh ini, ini air terjuan nomor dua paling cantik setelah air terjuan Mardikapura di Malang (eh bener ga si itu namanya?)
Perjalanan kami lanjutkan menuju penginapan Sumba Nautil. Seperti yang sudah dibilang sebelumnya, penginapan ini letaknya lumayan jauh. Kami baru sampai sekitar pukul 8 malam dalam keadaan kelaparan hahaha. Sayangnya, karena letaknya yang jauh dari mana-mana, kalau mau pesan makan ga bisa langsung ada, harus kasih tau dari pagi hari.
Penginapan ini BAGUS banget. Paling fancy dan paling trendy dari segi fasilitasnya. Isinya bule semua, sebagian besar om om surfer dan satu pasangan bule yang kayaknya lagi bulan madu.
Ga sia-sialah bayar hampir 2 juta per malam untuk satu kamar sudah lengkap dengan extra bed. Nyaman banget.
Karena hari ini lumayan lelah, saya tidur lebih dahulu. Sementara Inu dan Bita agak bimbang karena mereka ingin melihat pantai Walakiri di Sumba Timur sementara rencana esok hari adalah menjelajah Sumba Selatan, ke pantai Tarimbang. Jadi bagaimana? Jadi nantikan perjalanan kami hari ke empat di postingan saya selanjtnya yaaaa hehehe.
[ ]
*Foto-foto diambil dari koleksi pribadi Bita dan Inu.
1 komentar:
Halo, saya tertarik dengan isi tulisan blognya. Boleh minta alamat emailnya? Ada beberapa yang ingin saya ketahui dan tanyakan. Ini kontak saya, partnership@pikavia.com . Makasiih :)
Posting Komentar