Rabu, 29 September 2010

Pandangan yang Aneh tentang Pertanian di Mata Salah Satu Pendidik Saya

Jadi ini pengalaman saya waktu tingkat empat ketika mengambil kuliah "Kewirausahaan dan Pengembangan Enterprais." Waktu itu kami disuruh memilih sebuah usaha untuk dibuatkan bussiness plannya.

Salah satu teman saya dengan semangat mengusulkan tentang usaha pengelolaan perkebunan dan usaha hasil bumi. Ketika dosen saya membaca usulannya di lembar usulan judul, beliau langsung memberikan sebuah pernyataan yang sangat mengusik saya.

"Saudara, usaha hasil alam atau pertanian dan perkebunan itu sama sekali tidak ada prospeknya. Itu sangat tergantung dari belas kasih alam. Tidak ada tantangannya sama sekali. Ganti dengan tema yang lain."

Otak saya yang sudah hampir tertidur di pojok ruang kelas langsung bangun dan saya menatap dosen saya itu lekat-lekat. Apa saya tidak salah dengar? Usaha pertanian tidak menarik sama sekali? Tapi kan kita ini negara agraris yang artinya sebagian besar sumber daya alam dan mata pencaharian rakyatnya ada di sektor pertanian? Apa saya tidak salah dengar?

Iya, saya tahu. Saya ini mahasiswa teknik yang dididik untuk berurusan dengan mesin dan sistem kelola industri yang tidak bersentuhan dengan pertanian. Saya juga buta soal masalah pertanian atau perkebunan karena memang bukan itu lingkup pembelajaran saya. Tapi apa benar paradigma yang diajarkan dosen saya, bahwa usaha di bidang pertanian itu tidak berprospek karena mengandalkan belas kasihan alam?

Kejadian itu sudah satu tahun berlalu. Saya sekarang sudah bekerja juga. Dan ternyata memang benar begitu keadaannya. Berkarier di bidang pertanian memang identik dengan sesuatu yang tidak berprospek. Tidak berprosepek artinya tidak menarik. Tidak menarik artinya sepi peminat. Sepi peminat artinya kecil ruang untuk improvisasi. Dan mungkin itulah mengapa pertanian kita tidak maju. Karena pertanian ternyata mengalami diskriminasi bahkan dari lembaga akademik. Pertanian tidak berprospek.

Saya tidak tahu apakah kata berprospek itu sama halnya dengan sukses. Punya uang banyak, punya mobil, punya baju bagus, punya telfon genggam terbaru. Tapi apakah itu semua yang dikejar dalam hidup? Apa artinya itu semua kalau akhirnya kita gagal menumbuhkan padi di tanah sendiri?

Saya percaya sistem pertanian yang baik akan memberikan suatu lingkungan dengan daya dukung hidup yang baik. Sistem pertanian yang baik memungkinkan penemuan penemuan dan inovasi di bidangnya sehingga daerha-daerah yang krisis pangan dapat pelan-pelan mengatasi masalah pertaniannya. Kalau begitu dari mana mulainya?

Kita punya Institut Pertanian Bogor. Saya yakin di sana sudah ada banyak ide tentang hal ini. Kita juga punya banyak universitas dengan fakultas pertanian. Saya yakin kader-kader petani modern yang pintar dan inovatif sekarang sedang bergula tentang hal ini. Kalau bukan petani, harus bagaimana dong? Mungkin bisa dimulai dengan berhenti mendukung pembangunan yang merugikan daya dukung lingkungan akan pertanian. Jangan mau investasi di kompleks perumahan atau vila atau apartemen yang dibangun di atas lahan-lahan yang harusnya dipakai untuk pertanian. Saya sendiri sebenarnya juga masih meraba, siapa yang harusnya bisa menyelesaikan masalah ini. Siapa yang bisa menghilangkan jarak yang amat besar antara kita dengan petani. Petani itu identik dengan kemiskinan. Kenapa ya? Lama-lama komunisme mulai masuk akal deh. Hahahaha.

Dari tadi cuma ngoceh, soal ini memang apa yang sudah saya lakukan? Hahaha, saya masih mengawang-ngawang. Tapi saaya masih punya cita-cita. Saya harus punya sawah sendiri. Saya harus belajar bertani. Kakek saya petani, masak saya tidak mengerti apa-apa. Saya tidak mau larut dalam diskriminasi pertanian yang diberikan oleh dosen saya itu. Dan mungkin kalau tua nanti, saya mau menghabiskan sisa usia saya dengan bertani. Hihihihi.

Tulisan ini akan saya tutup dengan lirik lagu tentang petani yang dulu kerap diputar di TVRI. Cermati liriknya. Membayangkan kalau profesi petani tidak diminati lagi bukankah sama saja dengan menyusun rencana bunuh diri. Hahaha. Sarkas. Tapi memang begitu kan. Semoga diskriminasi itu tidak berlanjut selamanya.

Nasi putih terhidang di meja.
Kita santap tiap hari.
Beraneka macam hasil bumi.
Dari manakah datangnya?
Dari sawah dan ladang di sana.
Petanilah penanamnya.
Panas terik tak terasa, hujan rintik tak mengapa.
Masyarakat butuh bahan pangan.
Trimakasih Bapak Tani. Trimakasih Ibu Tanii.
Jasamu sungguh mulia!

[Tulisan ini sempat di post di sini]

Kamis, 16 September 2010

Diskriminasi Saos

Dan ini hal kecil yang bisa menghilangkan mood makan.

Kalau ke restoran fastfood, terus saos yang disediakan secara bebas (baca: ditaruh di tempat khusus yang tinggal dipencet kalau mau ambil) adalah saos sambel. Sedangkan kalau mau saos tomat harus minta ke mbak mbaknya. Iya kalau lagi sepi, kalau lagi rame, musti ikut ngantri juga. Udah gitu kadang begitu udah dikasi, dikasih cuma sedikit, cuma dua bungkus. Terus kalau minta tambah, si mbaknya jutek gitu seolah-olah bilang "lain kali bawa saos sendiri ya dek dari rumah". Aga lebay tapi itulah yang saya rasakan.

Huaaaaa... Manusia yang tidak bisa makan pedas kayak saya kan juga punya hak untuk bisa mencet-mencet itu wadah saos dan mengambil saus tomat sebanyak yang diinginkan sesuai selera saya.

Diskriminasi. Tidak adil. Ga suka!

Selasa, 14 September 2010

Sebuah Pagi Lagi di Pusat Jakarta

Daster tipis mendekati transparan itu melorot sampai pinggang ketika pemiliknya bangun. Menguap sambil mencari-cari telfon genggam, ia mersakan sakit sekujur tubuhnya. Sudah jam enam lima puluh sembilan menit. Jam delapan ia akan berangkat ke kantor, ia berjanji pada dirinya sendiri.

Lantai rumahnya terasa berdebu. Sudah tiga hari tidak disapu ataupun dipel. Ya ya, nanti malam pulang kantor akan dipel, ia berjanji lagi pada dirinya sendiri. Sambil membuka lemari mengambil gelas dan menyeduh sekantong sereal ginseng, dilihatnya bak cuci sudah penuh dengan piring dan gelas kotor. Sebelum berangkat ke kantor akan dicuci dulu, ia kembali berjanji pada dirinya sendiri. Lalu cucian menggunung. Ah, harus segera di laundry.

Lima belas menit berlalu. Kini rambutnya basah sehingga bagian belakang kemeja warna pastelanya terlihat transparan. Warna tali behanya yang hitam mengudara lewat partikel. Hari ini dia memakai push-up bra. Tapi tidak berefek banyak juga. Badannya yang montok mengarah ke gemuk sudah membuat payudaranya terlihat besar.

Sebuah ilustrasi fisik yang bila dipikir-pikir tidak perlu. Lalu kenapa kalau gemuk atau kurus, bukankah manusia akan dihormati setelah melihat kunci mobil atau blekberi atau merek Zara atau apapun itu selama adalah barang kelas satu. Tidak apa tak punya pembantu asal tinggal di apartemen beken. Masih lebih intelek karena kan apartemen memang bukan untuk manusia yang butuh pembantu.

Hahaha. Itu tidak di Jakarta. Apartemen itu perangkat strata sosial. Hanya yang berada mampu beli apartemen. Itu pun masih harus pakai pembantu. Padahal konsep apartemen ya untuk hidup hemat tanpa pembantu. Karena di luar negeri, bayar pembantu itu suatu kewajiban mewah. Mewah karena begitu mahal upah bulanannya. Apartemen untuk hidup berhemat. Di sini? Sudah punya apartemen masih pakai pembantu. Bayar pembantu lebih murah ketimbang beli hape baru. Cih.

Janji mencuci piring menguap ketika lamunannya buyar pukul delapan lewat lima menit gara-gara pesan singkat masuk ke layar seluler.

“Di mana woy? Presentasi kita hari ini”

Dia melangkah agak cepat memakai sepatu hak lima senti dan menjinjing tas ransel isi komputer. Sambil mengunci pintu ia berdoa semoga hari ini hujan sehingga semura orang telat datang ke kantor dan presentasi dibatalkan.

Membosankan. Sangat. Ya ya ya, sekali lagi pagi yang membosankan di Jakarta. Selamat bekerja kembali! Bekerja untuk entah apa. Digit rupiah untuk baju sepatu celana liburan apa pun itu yang dianggap parameter sukses. Manipulasi sukses ala masyarakat umum demi nama baik. Budak baju bermerek atau gaya hidup masa kini. Dia sudah terjebak lingkaran setan itu. Hahaha. Mari tertawa satir untuk diri sendiri.

Mata yang kosong ketika memandang layar komputer atau tumpukan kertas laporan keuangan.Mata yang nyala ketika slip gaji diterima.Mata yang buas untuk mid-night sale.Mata yang tajam ketika pamer baju baru secara halus.Mata yang kesal mendengar cerita liburan manca negara.Mata yang tertutup membaca berita busung lapar.

Haruskah ia menyalahkan Jakarta? Jakarta mungkin harus ditelan air pasang. Energi paginya beracun, membuat orang lupa ada matahari pagi di sebuah gunung atau laut. Ribuan ton sampahnya memakan manusia lain. Sarang tikusnya luar biasa besar ada di senayan. Lalu manekin manekin di mall lantai mengkilap, lalu pengemis-pengemis bermental ular kobra, manusia gerobak berhati serigala, pejabat berhati tumpul, pekerja kantoran berkacamata kuda. Tidak ada manusia normal di Jakarta. Jakarta harus ditelan air pasang.

“Teeeetttt”

Suara klakson busway mengusir pengendara motor. Pikiran si pemilik-daster-tipis-melorot-sampai-ke-perut-yang-sudah-berganti-menjadi-satu-set-baju-kerja-mahal-yang-dibeli-saat-diskon kembali ke bumi. Kembalilah ke realita. Janji menyapu dan mencuci piring tiba-tiba hinggap lagi di kepalanya. Rasa marah ditelan deru kopaja. Tiba-tiba dia kangen pacarnya.

[ ]

Senin, 13 September 2010

Pasangan Absurd

Jadi mau dimulai dari mana?

Bagaimana kalau dimulai dari hatimu?

Hey kita harus terlihat keren. Seperti Sid dan Nancy. Seperti Radit dan Jani. Jangan belum-belum dimulai dari hati dong. Ga keren

Hehehe. Ok kakak. Jadi bagaimana kalau dimulai dari jendela dan segelas soda?

Setelah jendela dan segelas soda, lalu unicorn dan pegasus serta sabuk nebula.

Hmmm.. Antimo! Antimo! Nanti kita mabuk galaksi!! Terus kamera polaroid dan rumput. Aku naik unicorn. Kamu naik pegasus. Ayo!!

Oke. Kamera polaroid ide yang bagus. Jangan DSLR. Kita kan bukan ABG. Tenang, saya tidak mabuk galaksi, cuma mabuk selangkangan.

Bulu pegasus memang bikin gatal selangkangan. Aku bawakan caladine ya. Kita ke toko buku tidak? Kan buku jendela dunia..

Hahaha. Buku jendela dunia. Itu jaman kapan, Gita? Jaman sekarang udah ganti. Twitter jendela dunia.

Kalau twitter jendela, facebook pintunya, youtube tivinya, maka blekberi rumahnya! Ayo ke penghulu! Siap nikah bermodal rumah!

Iya. Jaman sekarang jaman elektrik. Semua boleh digital asal hubungan seksual tetap analog. Yuk ke penghulu!

Harus penghulu berskype! Kan kita terpisah jarak tiga ratus ribu lima puluh menit pesawat udara. Eh, kita mau piknik nebula atau ke penghulu sih?

Ke mana saja. Asal hubungan seksual tetap analog. Haha. Tidak lucu kalo desahan kamu ternyata lipsync. Nanti orgasme artifisial.

Sudah malam. Jangan memancing di air keruh. Intercourse analog kita belajar bersama nanti di malam pertama. Semoga ada. Ini doa.

Git, udahan yuk kita kayak topeng monyet. Ditontonin Olga sama Ndigun! Hahahaha.

Ya, kan aku topeng kamu monyetnya.

Yuk cari lapak lain. Yang ga ada orang. Di sini rame. Maklum masih suasana lebaran. Kita cari suasana sempitan aja yuk!

Ok. Udahan deh di sini. Sampai ketemu di mimpi. Cuma sebatok kepala. Cukup sempi kan?

Okay ditamatkan sementara. ingat! Imaji kita harus tetap terlihat keren. Ya sudah kamu tidur, aku curi roti, selamat tidur unyuu!

siap jenderal! Curi roti yang cokelat keju. Unyuuu juga ya kamiuuuu..!

Sensasi Magis Yang Aneh

Bukannya saya orang yang fanatik dunia klenik, tapi memang ini aga aneh.

Beberapa waktu yang lalu saya menulis dongeng aneh berjudul "Putri Sa Menjelma Kawah Merah". Entah mengapa saya menulis itu. Tapi seperti ada kerinduan untuk masuk ke dalam dongeng-dongeng dan cerita aneh di luar logika. Saya suka membaca cerita epik. Seperti saya suka novelnya Rm Mangun yang judulnya Rara Mendut. Saya suka untuk tahu sejarah purbakala lewat sastra. Dan saya suka novel yang mengangkat tokoh pewayangan atau legenda-legenda daerah.

Saya menyesal loh dulu tidak suka dengan pelajaran sejarah. Karena semakin tua, kalau dipikir-pikie, mengetahui sejarah itu menyenangkan. Mungkin karena setelah mencari hal-hal duniawi dan terpenuhi, pasti ada kebutuhan manusia untuk bisa mengetahui asal muasalnya. Kebutuhan rohani. Atau ya mungkin cuma semata-mata karena ada tali imajiner saja. Tali imajiner yang membuat seseorang begitu penasaran dengan masa lalu.

Melanjutkan cerita. Iya, setelah menulis dongen aneh bin ajaib itu, beberapa hari kemudian saya dipertemukan dengan paket novelnya Ayu Utami yang judulnya Bilangan Fu dan sekuelnya yang saya lupa apa judulnya. He, ternyata novel itu isinya juga dongeng-dongen gitu. Ada soal Sangkuriang, Gunungwatu, Nyai Rara Kidul, lalu ada Babad Tanah Jawi. Saya senang :D

Ada misteri menyenangkan di situ. Maksudnya, dongeng itu kan sisa-sisa informasi masa lalu yang ditransfer ke masa kini lewat sastra. Tidakkah itu sungguh magis. Informasi masa lalu itu melompati logika. Magis. Menjungjung langit sekaligus menjunjung bumi.

Ngomong-ngomong lagi, tau tidak kalau fosil manusia yang ditemukan di Indonesia salah satunya itu kan Homo Sapien Wajakensis. Itu di desa Wajak. Desa Wajak itu di kaki gunung Wilis. Dan kakek saya itu orang gunung Wilis asli. Saya merasa ketertarikan saya akan masa lalu dan hal-hal magis itu ada kaitannya dengan darah saya. Mungkin reinkarnasi benar ada. Mungkin ketertarikan saya ini karena saya adalah reinkarnasi dari orang di masa lalu yang memiliki rahasia.

Hahaha. Apakah yang sedang saya bicarakan. Saya tidak tahu. Tapi inilah. Saya sedang menikmati sensasi magis mengalir. Hihihi.

Sabtu, 04 September 2010

Membaca Garis Hidup Sesuai Angka Kelahiran

Setelah sekian lama, gw akhirnya ikut kuis ala facebook nih. Bukan kuis sih, tapi analisa kepribadian menggunakan angka kelahiran. Angka kelahiran itu artinya jumlah akhir dari angka yang menyusun tanggal lahir gw.

Tanggal lahir gw 11-07-1987
1+1+0+7+1+9+8+7=34=3+4=7
Angka Garis Hidup = 7

Dear Gitaditya Witono, Angka Garis Hidupmu adalah 7, yang artinya:

Mereka yang angka garis hidupnya 7, berjiwa damai dan penyayang,
--> Hmm okeh, gw memang ga suka berantem. Dan gw suka menyayangi kok :p

tapi analitis dan tidak terlalu terbuka.
--> He.. iya sih, gw ga begitu suka blak-blakn mengemukakan pendapat kalau gw ga nyaman dengan lawan bicara. Analitis? gitu ya?

Kekuatan hebat dalam diri Anda terlihat pada dalamnya cara berpikir,
--> Ahahaha... saking dalamnya berpikir, lama banget ngasih keputusan. Hahaha. Tapi engga juga sih. Untuk beberapa hal, gw suka ga pake mikir.

Anda selalu mengumpulkan pengetahuan baru dalam setiap hal yang Anda temukan.
--> Ini sepertinya bukan gw deh.. Gw kan pemalas. Hahaha..

Seorang intelektual, ilmiah, dan selalu mencari ilmu, Anda tidak akan menerima begitu saja sebuah pandangan tanpa mengetesnya dan memperoleh konklusi sendiri".
--> Hehehe.. tergantung sih, kalo dari orang yang gw percaya sih telan mentah-mentah. Tapi gw suka polos. Kalo dikasih tahu ya percaya itu yang bener. Beneran deh.

Hahaha.. kuis yang ini kurang ok nih. Tidak puas gw. Hahaha. Mendingan kuis kepribadian menurut rumah. Hihihihi

Jumat, 03 September 2010

Lebaran sebentar lagi..

Irama hidup gw benar-benar sedang tralala trilili syalala. Pulang kantor ga tentu, begitu sampai rumah langsung blas.. tidur pulas. Bangun, sarapan, mandi, ngantor lagi.

Tapi bener deh, kalo udah capek begini, bingung mau nulis apa. Iya gw pingin nulis, tapi semua inspirasi seperti mandeg beku begitu saja. Di kompasiana gw udah jarang posting. Paling di sini, itu juga isinya curhat syalalala. Hahaha.

Hari ini di kantor tumben banget hari Jumat jam tujuh lantai gw udah sepi. Biasanya ya, bahkan jam tujuh malam pun orang-orang masih ramai di depan laptop sampe-sampe gw ga enak pulang duluan. Wow, efek lebaran memang luar biasa. Minggu depan dapat dipastikan kantor gw sepi.. Orang-orang sudah mulai ambi cuti. Gw belum bisa ambil jatah cuti, jadi gw cuma ambil jatah cuti bersama saja. H-1 sama nanti hari Senin.

Gw semangat nih, soalnya untuk pertama kalinya gw ga mudik naek mobil bersama keluarga. Kali ini gw naik pesawat ke Surabaya, baru dari Surabaya naik mobil ke Tulung Agung. Asik, kali ini gw akan ngasih "angpau" buat saudara2 gw. Hahaha. Senangnya... :D:D Harga diri sebagian seseorang yang bukan pengangguran lagi. Hahaha.

Nanti juga pingin main main ke sungai sama sodara-sodara yang lain! Lebaran kali ini beneran kayak liburan. Rehat sebentar dari rutinitas yang mulai membosankan buat gw :| Pingin ke bali, pingin ke jogja, pingin jalan-jalan keliling Indonesia jugaaaa.... Haha, mulai bego nih gw.

Sudah ah, gw mau menikmati akhir pekan ini. Santai santai, browsing sana sini, pacaran, hahaha..

Happy weekend every body!
:)

Tiga Puluh Tujuh

Sepuluh tahun berlalu sejak tulisan ini Dan ternyata di ulang tahun ke tiga puluh tujuh ini, gw masih meminta hal yang sama. Semoga diberi k...